Sabtu, 20 April 2019

THE POWER OF CELEBRATION

THE POWER OF CELEBRATION

Ketika kita kehilangan "perayaan" akan sesuatu yang penting, maka kita dapat dengan mudah kehilangan makna & pesan penting yang ada pada sesuatu yang kita rayakan.

Saya adalah orang yang tidak suka merayakan sesuatu. Momen penting seperti hari ulang tahun, bagi saya biasa saja. Sampai saya mulai belajar memahami pentingnya sebuah "perayaan" (celebration).

Dulu saya berpikir bahwa ada banyak perayaan yang dilakukan hanya sekedar formalitas. Menghambur-hamburkan uang, namun kita kehilangan makna. Karena itu, saya perlahan-lahan mulai berhenti merayakan segala sesuatu.

Namun saya menemukan bahwa perayaan-perayaan di dalam Alkitab merupakan "perintah Tuhan." Di balik setiap perayaan, umat Tuhan dipanggil untuk mengingat kembali perbuatan-perbuatan Allah dalam hidup mereka. Di dalam perayaan terdapat "pengulangan." Pengulangan yang muncul dalam perayaan memiliki tujuan, yaitu untuk menanamkan iman dalam sebuah komunitas. Iman itu harus dipelihara. Konten iman kita harus terus-menerus dihidupkan kembali. Sebuah perayaan adalah upaya untuk menghidupkan kembali konten iman kita akan Tuhan. Iman kita tidak dapat lepas dari ingatan (memori) kita. Pengulangan dapat menghasilkan pemahaman yang lebih baik.

Sebuah perayaan hanya dapat terjadi jika ada komunitas. Kita tidak dapat merayakan sesuatu seorang diri. Paling tidak ada 2 atau 3 orang, barulah kita dapat merayakan sesuatu.

Pentingnya sebuah perayaan:
1. Mengingat perbuatan Tuhan (memelihara iman).
2. Tujuan tertinggi dari sebuah perayaan ialah hubungan, bukan sekedar acaranya.
3. Mewarisi iman pada generasi berikutnya.


Senin, 23 Januari 2017

Perkelahian Dua Ekor Kucing 03.50 Dini Hari

Pukul 03.50 dini hari, saya terpaksa harus bangun karena mendengar sebuah bunyi keras di dalam kediaman kami yang begitu tenang. Dua ekor kucing bertengkar, naik ke atap rumah melalui loteng rumah tetangga & melanjutkan perkelahian di atas rumah kami hingga mereka menjebol plafon (langit-langit) rumah & jatuh ke dalam ruang jemuran kami.

Saya punya pengalaman yang mirip dulu, ketika masih tinggal dengan orang tua saya. Papa saya menghajar kucing yang jatuh menjebol plafon rumah tepat di depannya yang sedang asyik nonton TV hingga kucing tersebut tewas (walaupun papa saya harus mengalami luka cakar & beberapa barang pecah karena ulah si kucing yang coba melawan & kabur).

Belajar dari pengalaman tersebut, saya berusaha bersikap tenang walaupun harus bangun dengan sedikit kesal. Saya tidak ingin ada barang-barang di rumah yang rusak apalagi mengalami luka cakar di pagi buta. Dengan tenang saya coba membuka pintu ruang jemuran, dengan maksud mengintip untuk mengetahui apa yang terjadi. Dengan secepat kilat kedua kucing tersebut masuk ke dalam rumah. Waduh gawat!!! Saya takut mereka bertengkar & mengacau di dalam rumah.

Ternyata mereka hanya berusaha mencari jalan keluar. Tapi sayangnya semua pintu masih tertutup. Pelan-pelan saya menyalakan lampu & berusaha membuka pintu rumah tanpa membuat mereka marah sehingga pertengkaran menjadi lebih hebat & menghancurkan barang-barang di rumah. Untungnya waktu saya tenang, kedua kucing tersebut juga dapat ditenangkan.

Begitu pintu terbuka, salah satu kucing langsung lari keluar. Sedangkan satu lagi masing sembunyi sambil berusaha mencari jalan keluar melalui jendrla yang ada di balik tirai.

Waktu saya menyingkapkan tirai tersebut, ternyata si kucing terjepit tidak bisa bergerak di jeruji jendela. Kembali saya harus bersikap tenang untuk membuka jendela tersebut tanpa membuatnya marah. Kembali dengan tenang saya berusaha membuka jendela tersebut, dan akhirnya kucing kedua pun keluar.

Pertengkaran dan perkelahian pasti mendatangkan kerugian. Bukan hanya bagi mereka yang berkelahi, tetapi juga bagi orang-orang yang ada di sekitar mereka. Coba, salah apa saya dengan kedua kucing "nakal" tersebut. Saya tidak pernah mengganggu mereka (menendang, menyiram air atau menimpuk pakai batu). Apalagi anak saya Adriel yang berusia hampir 2 tahun, ngefans berat sama mereka. Setiap kali melihat kucing, dengan antusias Adriel akan berteriak: pusss!!! pusss!!!" Salah apa saya sampai harus terbangun dalam keadaan kaget setengah mati pada pukul 03.50 dini hari ketika sedang enak-enak tidur karena kecapekan.

Kadang pada waktu bertengkar & berkelahi, kita tidak berpikir panjang. Kata-kata kasar yang dilontarkan, serangan fisik, dan berbagai tindakan yang tanpa penguasaan diri, semua itu juga bisa dirasakan & berdampak pada orang-orang yang ada di sekitar kita. Orang tua yang bertengkar, kadang tidak menyadari dampak psikologis yang ditimbulkan kepada anak-anak yang menyaksikannya. Terkadang orang-orang (anak-anak kita) yang ngefans dengan kita menjadi ikut dirugikan waktu kita bertengkar & berkelahi tanpa penguasaan diri.

Orang yang tidak bisa menguasai diri, tidak bisa jadi berkat buat orang lain. Itu pelajaran penting. Orang yang menguasai dirinya bisa menjadi berkat bagi orang-orang yang ada di sekitarnya.

"... sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah." (Yakobus 1:20)

"Orang yang tak dapat mengendalikan diri adalah seperti kota yang roboh temboknya." (Amsal 25:28)

Ayat ini mungkin bisa dimodifikasi menjadi: "Orang yang tak dapat mengendalikan diri adalah seperti kucing yang bikin jebol plafon rumah orang yang lagi asyik tidur jam 03.50 dini hari."

Sungguh terlaluuu....

Jumat, 15 Juli 2016

BADAI TELAH USAI, INI WAKTUNYA MEMBANGUN KEMBALI!


Melewati badai saja tidak cukup. Ini waktunya membangun. Membangun sesuatu tidak mudah. Banyak orang hanya senang badai telah berlalu. Sekarang kita berada di comfort zone. Membangun itu beresiko. Bagaimana seandainya apa yang coba kita bangun itu gagal?

Membangun sesuatu membutuhkan keberanian. Berani menghadapi kemungkinan akan kegagalan. Ada orang-orang yang terlalu lelah dengan badai yang baru saja berlalu. Badai-badai p ktelah menimbulkan banyak ketakutan yang belum tersembuhkan meskipun badai telah berhenti. Badai yang sesungguhnya ada di dalam kita, berkecamuk dan mengendalikan setiap keputusan. Logika kita dicemari oleh ketakutan, sehingga membawa kita untuk main aman.

Iman menantang kita untuk tidak main aman dalam kehidupan ini. Orang yang selalu main aman akan selalu menyesali sejarah hidupnya. Karena kurang berani, hidupnya tidak banyak hal menarik untuk dikisahkan. Tidak banyak hal berarti untuk diteladani. Tidak ada nilai yang diperjuangkan. Bahkan mungkin tidak ada hal yang perlu di ubah, karena rasanya semua baik-baik saja.

Anggapan bahwa hidup yang kita jalani hari ini baik-baik saja merupakan sebuah jebakan. Membawa kita kehilangan kewaspadaan (sense of alertnesss). Akibatnya kita tidak merasa urgent untuk berlatih dan mempertajam diri.

Sungguh, tanpa tujuan yang benar memimpin kita dari dalam, hidup hampir tidak ada artinya. Hidup ranpa masalah bukanlah kehidupan itu sendiri. Kita baru benar-benar hidup ketika kita hidup menaklukkan masalah. Menang atas masalah & tetap berdiri untuk bisa membantu orang lain untuk menang atas masalahnya.

Meski badai telah selesai, ini bukan waktunya berdiam diri... Ada sesuatu yang harus dibangun. Bukan karena kita yang mau atau tidak... Melainkan karena ini adalah "perintah."

Seperti kitab Nehemia memberi tahu kita, bahwa inilah waktu untuk membangun kembali puing-puing. Jangan biarkan "kota" ini tetap menjadi reruntuhan. Kita membangun karena kita percaya bahwa Allah belum selesai dengan kita. Ia masih ingin berkarya melalui "kota" kita. Di sinilah tempat di mana Allah pernah memulai sesuatu yang baru. Dan Ia terus akan melakukan hal-hal yang baru di generasi ini.

Kamis, 12 Mei 2016

Bertumbuh Dalam Kompetensi & Penyerahan Diri

Tahun ini saya semakin menyadari pentingnya menggunakan waktu di masa lalu untuk membangun kompetensi yang hasilnya bisa dinikmati saat ini. Entah kenapa, kata "kompetensi" menjadi kata yang muncul dengan kuat sepanjang tahun ini. Tanpa kompetensi, kita tidak akan dapat terus menjadi berkat & hidup berdampak.

Kadang kita gemes sama orang-orang yang nggak mau mengembangkan kompetensinya sehingga tetap dengan kemampuan atau skill seperti 3 atau 5 tahun lalu, tapi mengharapkan hasil & kepercayaan lebih di tahun ini.

Ada banyak gereja meminta agar Tuhan mengirimkan jiwa-jiwa ke dalam gerejanya, namun orang-orang yang ada tidak memiliki kompetensi untuk mengatasi berbagai masalah & krisis yang dialami oleh jiwa-jiwa baru yang datang ke gereja.

Seiring saya terus membangun kompetensi & kompetensi tersebut menjadi sebuah kontribusi yang dapat dinikmati & diakui oleh orang lain, ternyata jika kita tidak berjaga-jaga, kompetensi dapat menjadi rintangan untuk kita berserah kepada Tuhan. Kompetensi dapat melunturkan tingkat penyerahan diri kita kepada Allah. Sehingga tanpa sadar kita berhenti mengandalkan Allah & mulai mengandalkan kekuatan sendiri.

Waktu kita bertumbuh dalam kompetensi, kadang kita menjalani hidup dengan "perasaan mampu." Ketika kita mengandalkan kemampuan (kompetensi) yang semakin bertumbuh & diakui orang lain, kita tidak lagi merasa memerlukan kasih karunia Allah.

Malam ini saya berhenti sejenak dari segala kesibukan, & mulai memeriksa kehidupan saya... Apakah saya tanpa sadar sudah berhenti mengandalkan Tuhan oleh karena kompetensi saya yang semakin bertumbuh & diakui orang lain.

Saya tidak ingin hidup di luar kasih karunia. Kompetensi terbatas, sehebat apapun kompetensi itu. Saya harus kembali untuk hidup dalam penyerahan diri & selalu mengandalkan Allah, meskipun kompetensi saya terus semakin berkembang.

Saya berhenti mengakui kompetensi saya & mulai mengakui betapa besarnya kasih & kuasa Allah atas kehidupan saya.

Kita harus hidup dengan kesadaran akan anugerah Allah setiap hari. Penyerahan diri setiap hari kepada Allah akan membawa kita untuk mengerti & berjalan di dalam rencana Allah.

Sabtu, 26 Desember 2015

TONY STARK VS IRON MAN

Terkadang kita begitu arogan seperti Tony Stark yang bangga dengan semua prestasi & pengakuan manusia, seakan kita adalah orang yang tak terkalahkan (undefeated & unbeatable). Hingga semua kebanggaan tsb menggiring kita ke dalam sebuah goa yang menjadi TITIK TERENDAH SEKALIGUS TITIK BALIK di mana kita MENGALAMI PERJUMPAAN DENGAN KEBENARAN, yang membuat semua kesombongan kita runtuh & kita MULAI MENDEFINISIKAN ULANG APA YANG ADA DI HADAPAN KITA sehingga berakibat pada PERUBAHAN PRIORITAS, FOKUS & TUJUAN mengapa kita melakukan sesuatu. Ini yang seharusnya terjadi: kita masuk ke goa sebagai TONY STARK, namun kita keluar dari sana sebagai IRON MAN. TITIK TERENDAH DALAM HIDUP ANDA SEHARUSNYA MENGUBAH ANDA MENJADI SESUATU YANG LEBIH BAIK! Anda harus tentukan, apakah anda "keluar sebagai TONY STARK" yang kalah akibat tekanan, kegagalan & intimidasi; atau anda "keluar sebagai IRON MAN" (super hero) yang menemukan IDENTITAS BARU dengan sebuah VISI YANG BESAR untuk menolong sebanyak mungkin orang yang Allah percayakan ke dalam hidup anda. #HolySpiritInside #FromZeroToHero #TruthEncounter #ManOfVision #FromIdentityToDestiny

Jumat, 25 Desember 2015

BERJALAN DI DALAM KEMATIAN DAGING

Belajar mematikan kedagingan merupakan sebuah keputusan penting yang akan menentukan bagaimana kita dapat mengalami terobosan rohani. Ada banyak kegagalan dalam membangun kehidupan doa, hidup kudus, kegagalan dalam pelayanan, menghidupi panggilan maupun menuntun hidup orang lain, karena kita tidak bersedia hidup sebagai orang Kristen yang mematikan kedagingan setiap hari.

Mematikan kedagingan sepertinya sebuah pesan penting yang mempersiapkan saya lebih lagi untuk memasuki tahun 2016.

Tanpa mematikan kedagingan, kita akan sulit untuk mendengar suara Tuhan. Jika kita tidak mematikan kedagingan, kita akan cenderung melayani Tuhan dengan pengertian kita sendiri. Ketika kita tidak bersedia mematikan kedagingan, maka kita tidak akan dapat hidup menggenapi rencana Allah.

Mematikan kedagingan menuntut harga "kehilangan kesenangan." Tubuh kita selalu mengejar & menginginkan kesenangan serta kenyamanan. Hal yang berbahaya dari dosa ialah karena kenikmatan & kesenangan yang ditawarkannya.

Kita tidak dapat bertumbuh & berbuah tanpa mengalami kematian daging. Itu sebabnya setiap orang percaya harus hidup dengan GAYA HIDUP SALIB setiap hari.

Berulangkali Alkitab membahas kata "keinginan," sebagai hal yang mencobai manusia untuk hidup dalam dosa. Kita harus dapat menguasai keinginan kita sebelum keinginan tersebut yang menguasai kita.

Firman Tuhan yang kita terima sebagai makanan rohani, seharusnya membantu kita untuk mematikan kedagingan kita supaya Roh Kudus dapat memanifestasikan kehidupan Yesus melalui kehidupan kita. Yang berbahaya ialah jika khotbah-khotbah yang kita dengar justru membangkitkan keserakahan & bukannya mematikan kedagingan. Sungguh ceroboh jika kita menyelenggarakan ibadah & mengajarkan pengajaran yang justru membangkitkan kedagingan dalam kehidupan orang-orang yang kita pimpin.

Gereja yang sejati ialah gereja yang berjalan di dalam kematian daging. Supaya kehidupan Kristus dapat termanifestasi melalui kita & menjamah hidup banyak orang.

Pelayanan yang mengalirkan pengurapan Allah ialah pelayanan yang dijalani di dalam kematian daging, bukan kebanggaan diri. Waktu daging kita mati, Roh Allah baru dapat bergerak secara bebas untuk bekerja melalui kita.

Sikap kitalah yang seringkali menjadi PENYUMBAT bagi kuasa Allah untuk dapat bekerja di dalam kehidupan kita.

Selamat belajar untuk berjalan di dalam kematian daging setiap hari!

Kamis, 08 Oktober 2015

DON'T LEAD BY ASSUMPTION

Akhirnya saya mengalami sendiri betapa berbahayanya memimpin berdasarkan asumsi. Saya adalah seorang yang berkepribadian Intim-Stabil yang sangat "people-oriented." Saya menyadari bahwa "relationship" merupakan area kekuatan saya. Namun, saya pernah mendengar seseorang mengatakan bahwa kekuatan & kelemahan seseorang terletak di area yang sama. Kekuatan yang "tidak diurus" & dikembangkan, dapat berubah menjadi kelemahan yang mendatangkan kekalahan di hidup kita. Relationship ternyata merupakan area kekuatan sekaligus area kelemahan yang harus saya waspadai & atasi.

I love people... Saya bahkan bertumbuh sebagai seorang anak yang mudah percaya kepada orang lain. Tidak pendendam meskipun bisa saja terjadi keributan. Cepat memaaafkan. Tidak suka adanya konflik hubungan. Saya menyukai banyak teman. Lebih tepatnya, saya suka ketika ada banyak orang menyukai saya.

Namun ternyata, kepemimpinan membawa hidup saya ke dalam banyak zona berbahaya yang penuh dengan konflik & konfrontasi. Ada kalanya disalahpahami, difitnah, ditinggalkan, tidak dianggap, dimanfaatkan bahkan ada orang-orang yang menginginkan kegagalan & kehancuran saya.

Apa yang terjadi baru-baru ini membuka mata saya akan sebuah pelajaran penting di dalam kepemimpinan, yaitu: asumsi. Don't lead by assumption. Bagaimana caranya menggambarkan asumsi? Mungkin dengan kata-kata berikut: saya pikir... kirain sudah tahu... tadinya gue anggap dia sudah ngerti...

Ketika melihat "orang-orang hebat" yang Tuhan berikan di gereja kami, saya berasumsi bahwa mereka sudah hidup dengan kapasitas seorang pemimpin. Dengan melihat & berinteraksi dengan mereka, saya menaruh harapan yang besar akan kapasitas & kemampuan mereka. Ternyata saya salah. Bukan salah mereka jika mereka tidak memenuhi ekspektasi kita. Kitalah yang kurang objektif dalam mengenal mereka. Kita harus mengenal lebih dulu sebelum menaruh ekspektasi pada diri mereka. Karena menyukai hubungan dengan orang-orang tertentu, kadang kita menutup mata terhadap hal-hal kecil (sinyal-sinyal kecil) yang seharusnya kita waspadai. Ketika kita mengabaikan sinyal-sinyal kecil tersebut, kita sedang membiarkan benih yang salah tumbuh di dalam diri mereka.

Ternyata bukan hanya "leadership" yang harus dipandu dengan "prinsip," tetapi "hubungan" juga perlu dijalani dengan pemahaman akan prinsip-prinsip hubungan yang tepat. Prinsip-prinsip yang salah mengenai hubungan dapat membawa kita pada kegagalan & masalah besar seputar hubungan dengan orang lain.

Pengampunan merupakan langkah awal dari pemulihan. Iman membawa kita untuk terus melangkah maju dalam rencana Allah. Pasti ada sesuatu yang besar yang Allah ingin kerjakan melalui peristiwa ini. Kita harus kembali membenahi perspektif kita bahwa seluruh pelayanan kita merupakan milik Allah. People come & go. Sebagai pemimpin kita harus siap dengan pertambahan & kehilangan. Ketika ada orang yang masuk di bawah kepemimpinan kita, mungkin ada pemimpin lain yang kehilangan orang tersebut. Sebagai seorang pemimpin kita harus bersikap fair ketika orang datang & meninggalkan kita. Kita harus kembali mengingat bahwa kita cuma hamba. Kita bukan pemilik segala sesuatu; kita hanya dipercaya untuk mengelola apa yang Tuhan percayakan. Jika apa yang ada pada kita diambil, maka kita tidak boleh terpuruk dalam kekecewaan & masuk ke dalam kubangan mengasihani diri.

Tidak ada yang fatal di dalam Tuhan. Allah bisa mengubah & memperbaiki keadaan kita, melampaui kelemahan kita, asalkan kita memiliki kerendahan hati untuk memperbaiki setiap kesalahan yang Allah singkapkan kepada kita. Setiap pemimpin bukan hanya membutuhkan karunia untuk memimpin, mereka juga membutuhkan kasih karunia untuk memimpin. Agar ketika mereka berhadapan dengan konflik & konfrontasi, mereka tidak menjadi lelah, terluka & berhenti di tengah jalan. Melainkan tetap mengandalkan Allah yang telah memanggil mereka untuk sebuah tugas yang sulit, yang hanya bisa diselesaikan dengan kemampuan-Nya.

Pengurapan di dalam diri anda akan selalu mengundang konfrontasi. Semakin anda sungguh hidup dalam rencana Allah, Iblis akan semakin ingin menghentikan anda.

Saya bersyukur untuk "godly advice" yang diberikan oleh beberapa pemimpin yang telah lebih dulu melewati berbagai medan sukar di dalam kepemimpinan mereka. Hikmat yang mereka membantu saya untuk melihat jalan keluar & mengetahui hal-hal apa saja yang harus saya lakukan.

Sabtu, 20 April 2019

THE POWER OF CELEBRATION

Ketika kita kehilangan "perayaan" akan sesuatu yang penting, maka kita dapat dengan mudah kehilangan makna & pesan penting yang ada pada sesuatu yang kita rayakan.

Saya adalah orang yang tidak suka merayakan sesuatu. Momen penting seperti hari ulang tahun, bagi saya biasa saja. Sampai saya mulai belajar memahami pentingnya sebuah "perayaan" (celebration).

Dulu saya berpikir bahwa ada banyak perayaan yang dilakukan hanya sekedar formalitas. Menghambur-hamburkan uang, namun kita kehilangan makna. Karena itu, saya perlahan-lahan mulai berhenti merayakan segala sesuatu.

Namun saya menemukan bahwa perayaan-perayaan di dalam Alkitab merupakan "perintah Tuhan." Di balik setiap perayaan, umat Tuhan dipanggil untuk mengingat kembali perbuatan-perbuatan Allah dalam hidup mereka. Di dalam perayaan terdapat "pengulangan." Pengulangan yang muncul dalam perayaan memiliki tujuan, yaitu untuk menanamkan iman dalam sebuah komunitas. Iman itu harus dipelihara. Konten iman kita harus terus-menerus dihidupkan kembali. Sebuah perayaan adalah upaya untuk menghidupkan kembali konten iman kita akan Tuhan. Iman kita tidak dapat lepas dari ingatan (memori) kita. Pengulangan dapat menghasilkan pemahaman yang lebih baik.

Sebuah perayaan hanya dapat terjadi jika ada komunitas. Kita tidak dapat merayakan sesuatu seorang diri. Paling tidak ada 2 atau 3 orang, barulah kita dapat merayakan sesuatu.

Pentingnya sebuah perayaan:
1. Mengingat perbuatan Tuhan (memelihara iman).
2. Tujuan tertinggi dari sebuah perayaan ialah hubungan, bukan sekedar acaranya.
3. Mewarisi iman pada generasi berikutnya.


Senin, 23 Januari 2017

Pukul 03.50 dini hari, saya terpaksa harus bangun karena mendengar sebuah bunyi keras di dalam kediaman kami yang begitu tenang. Dua ekor kucing bertengkar, naik ke atap rumah melalui loteng rumah tetangga & melanjutkan perkelahian di atas rumah kami hingga mereka menjebol plafon (langit-langit) rumah & jatuh ke dalam ruang jemuran kami.

Saya punya pengalaman yang mirip dulu, ketika masih tinggal dengan orang tua saya. Papa saya menghajar kucing yang jatuh menjebol plafon rumah tepat di depannya yang sedang asyik nonton TV hingga kucing tersebut tewas (walaupun papa saya harus mengalami luka cakar & beberapa barang pecah karena ulah si kucing yang coba melawan & kabur).

Belajar dari pengalaman tersebut, saya berusaha bersikap tenang walaupun harus bangun dengan sedikit kesal. Saya tidak ingin ada barang-barang di rumah yang rusak apalagi mengalami luka cakar di pagi buta. Dengan tenang saya coba membuka pintu ruang jemuran, dengan maksud mengintip untuk mengetahui apa yang terjadi. Dengan secepat kilat kedua kucing tersebut masuk ke dalam rumah. Waduh gawat!!! Saya takut mereka bertengkar & mengacau di dalam rumah.

Ternyata mereka hanya berusaha mencari jalan keluar. Tapi sayangnya semua pintu masih tertutup. Pelan-pelan saya menyalakan lampu & berusaha membuka pintu rumah tanpa membuat mereka marah sehingga pertengkaran menjadi lebih hebat & menghancurkan barang-barang di rumah. Untungnya waktu saya tenang, kedua kucing tersebut juga dapat ditenangkan.

Begitu pintu terbuka, salah satu kucing langsung lari keluar. Sedangkan satu lagi masing sembunyi sambil berusaha mencari jalan keluar melalui jendrla yang ada di balik tirai.

Waktu saya menyingkapkan tirai tersebut, ternyata si kucing terjepit tidak bisa bergerak di jeruji jendela. Kembali saya harus bersikap tenang untuk membuka jendela tersebut tanpa membuatnya marah. Kembali dengan tenang saya berusaha membuka jendela tersebut, dan akhirnya kucing kedua pun keluar.

Pertengkaran dan perkelahian pasti mendatangkan kerugian. Bukan hanya bagi mereka yang berkelahi, tetapi juga bagi orang-orang yang ada di sekitar mereka. Coba, salah apa saya dengan kedua kucing "nakal" tersebut. Saya tidak pernah mengganggu mereka (menendang, menyiram air atau menimpuk pakai batu). Apalagi anak saya Adriel yang berusia hampir 2 tahun, ngefans berat sama mereka. Setiap kali melihat kucing, dengan antusias Adriel akan berteriak: pusss!!! pusss!!!" Salah apa saya sampai harus terbangun dalam keadaan kaget setengah mati pada pukul 03.50 dini hari ketika sedang enak-enak tidur karena kecapekan.

Kadang pada waktu bertengkar & berkelahi, kita tidak berpikir panjang. Kata-kata kasar yang dilontarkan, serangan fisik, dan berbagai tindakan yang tanpa penguasaan diri, semua itu juga bisa dirasakan & berdampak pada orang-orang yang ada di sekitar kita. Orang tua yang bertengkar, kadang tidak menyadari dampak psikologis yang ditimbulkan kepada anak-anak yang menyaksikannya. Terkadang orang-orang (anak-anak kita) yang ngefans dengan kita menjadi ikut dirugikan waktu kita bertengkar & berkelahi tanpa penguasaan diri.

Orang yang tidak bisa menguasai diri, tidak bisa jadi berkat buat orang lain. Itu pelajaran penting. Orang yang menguasai dirinya bisa menjadi berkat bagi orang-orang yang ada di sekitarnya.

"... sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah." (Yakobus 1:20)

"Orang yang tak dapat mengendalikan diri adalah seperti kota yang roboh temboknya." (Amsal 25:28)

Ayat ini mungkin bisa dimodifikasi menjadi: "Orang yang tak dapat mengendalikan diri adalah seperti kucing yang bikin jebol plafon rumah orang yang lagi asyik tidur jam 03.50 dini hari."

Sungguh terlaluuu....

Jumat, 15 Juli 2016


Melewati badai saja tidak cukup. Ini waktunya membangun. Membangun sesuatu tidak mudah. Banyak orang hanya senang badai telah berlalu. Sekarang kita berada di comfort zone. Membangun itu beresiko. Bagaimana seandainya apa yang coba kita bangun itu gagal?

Membangun sesuatu membutuhkan keberanian. Berani menghadapi kemungkinan akan kegagalan. Ada orang-orang yang terlalu lelah dengan badai yang baru saja berlalu. Badai-badai p ktelah menimbulkan banyak ketakutan yang belum tersembuhkan meskipun badai telah berhenti. Badai yang sesungguhnya ada di dalam kita, berkecamuk dan mengendalikan setiap keputusan. Logika kita dicemari oleh ketakutan, sehingga membawa kita untuk main aman.

Iman menantang kita untuk tidak main aman dalam kehidupan ini. Orang yang selalu main aman akan selalu menyesali sejarah hidupnya. Karena kurang berani, hidupnya tidak banyak hal menarik untuk dikisahkan. Tidak banyak hal berarti untuk diteladani. Tidak ada nilai yang diperjuangkan. Bahkan mungkin tidak ada hal yang perlu di ubah, karena rasanya semua baik-baik saja.

Anggapan bahwa hidup yang kita jalani hari ini baik-baik saja merupakan sebuah jebakan. Membawa kita kehilangan kewaspadaan (sense of alertnesss). Akibatnya kita tidak merasa urgent untuk berlatih dan mempertajam diri.

Sungguh, tanpa tujuan yang benar memimpin kita dari dalam, hidup hampir tidak ada artinya. Hidup ranpa masalah bukanlah kehidupan itu sendiri. Kita baru benar-benar hidup ketika kita hidup menaklukkan masalah. Menang atas masalah & tetap berdiri untuk bisa membantu orang lain untuk menang atas masalahnya.

Meski badai telah selesai, ini bukan waktunya berdiam diri... Ada sesuatu yang harus dibangun. Bukan karena kita yang mau atau tidak... Melainkan karena ini adalah "perintah."

Seperti kitab Nehemia memberi tahu kita, bahwa inilah waktu untuk membangun kembali puing-puing. Jangan biarkan "kota" ini tetap menjadi reruntuhan. Kita membangun karena kita percaya bahwa Allah belum selesai dengan kita. Ia masih ingin berkarya melalui "kota" kita. Di sinilah tempat di mana Allah pernah memulai sesuatu yang baru. Dan Ia terus akan melakukan hal-hal yang baru di generasi ini.

Kamis, 12 Mei 2016

Tahun ini saya semakin menyadari pentingnya menggunakan waktu di masa lalu untuk membangun kompetensi yang hasilnya bisa dinikmati saat ini. Entah kenapa, kata "kompetensi" menjadi kata yang muncul dengan kuat sepanjang tahun ini. Tanpa kompetensi, kita tidak akan dapat terus menjadi berkat & hidup berdampak.

Kadang kita gemes sama orang-orang yang nggak mau mengembangkan kompetensinya sehingga tetap dengan kemampuan atau skill seperti 3 atau 5 tahun lalu, tapi mengharapkan hasil & kepercayaan lebih di tahun ini.

Ada banyak gereja meminta agar Tuhan mengirimkan jiwa-jiwa ke dalam gerejanya, namun orang-orang yang ada tidak memiliki kompetensi untuk mengatasi berbagai masalah & krisis yang dialami oleh jiwa-jiwa baru yang datang ke gereja.

Seiring saya terus membangun kompetensi & kompetensi tersebut menjadi sebuah kontribusi yang dapat dinikmati & diakui oleh orang lain, ternyata jika kita tidak berjaga-jaga, kompetensi dapat menjadi rintangan untuk kita berserah kepada Tuhan. Kompetensi dapat melunturkan tingkat penyerahan diri kita kepada Allah. Sehingga tanpa sadar kita berhenti mengandalkan Allah & mulai mengandalkan kekuatan sendiri.

Waktu kita bertumbuh dalam kompetensi, kadang kita menjalani hidup dengan "perasaan mampu." Ketika kita mengandalkan kemampuan (kompetensi) yang semakin bertumbuh & diakui orang lain, kita tidak lagi merasa memerlukan kasih karunia Allah.

Malam ini saya berhenti sejenak dari segala kesibukan, & mulai memeriksa kehidupan saya... Apakah saya tanpa sadar sudah berhenti mengandalkan Tuhan oleh karena kompetensi saya yang semakin bertumbuh & diakui orang lain.

Saya tidak ingin hidup di luar kasih karunia. Kompetensi terbatas, sehebat apapun kompetensi itu. Saya harus kembali untuk hidup dalam penyerahan diri & selalu mengandalkan Allah, meskipun kompetensi saya terus semakin berkembang.

Saya berhenti mengakui kompetensi saya & mulai mengakui betapa besarnya kasih & kuasa Allah atas kehidupan saya.

Kita harus hidup dengan kesadaran akan anugerah Allah setiap hari. Penyerahan diri setiap hari kepada Allah akan membawa kita untuk mengerti & berjalan di dalam rencana Allah.

Sabtu, 26 Desember 2015

Terkadang kita begitu arogan seperti Tony Stark yang bangga dengan semua prestasi & pengakuan manusia, seakan kita adalah orang yang tak terkalahkan (undefeated & unbeatable). Hingga semua kebanggaan tsb menggiring kita ke dalam sebuah goa yang menjadi TITIK TERENDAH SEKALIGUS TITIK BALIK di mana kita MENGALAMI PERJUMPAAN DENGAN KEBENARAN, yang membuat semua kesombongan kita runtuh & kita MULAI MENDEFINISIKAN ULANG APA YANG ADA DI HADAPAN KITA sehingga berakibat pada PERUBAHAN PRIORITAS, FOKUS & TUJUAN mengapa kita melakukan sesuatu. Ini yang seharusnya terjadi: kita masuk ke goa sebagai TONY STARK, namun kita keluar dari sana sebagai IRON MAN. TITIK TERENDAH DALAM HIDUP ANDA SEHARUSNYA MENGUBAH ANDA MENJADI SESUATU YANG LEBIH BAIK! Anda harus tentukan, apakah anda "keluar sebagai TONY STARK" yang kalah akibat tekanan, kegagalan & intimidasi; atau anda "keluar sebagai IRON MAN" (super hero) yang menemukan IDENTITAS BARU dengan sebuah VISI YANG BESAR untuk menolong sebanyak mungkin orang yang Allah percayakan ke dalam hidup anda. #HolySpiritInside #FromZeroToHero #TruthEncounter #ManOfVision #FromIdentityToDestiny

Jumat, 25 Desember 2015

Belajar mematikan kedagingan merupakan sebuah keputusan penting yang akan menentukan bagaimana kita dapat mengalami terobosan rohani. Ada banyak kegagalan dalam membangun kehidupan doa, hidup kudus, kegagalan dalam pelayanan, menghidupi panggilan maupun menuntun hidup orang lain, karena kita tidak bersedia hidup sebagai orang Kristen yang mematikan kedagingan setiap hari.

Mematikan kedagingan sepertinya sebuah pesan penting yang mempersiapkan saya lebih lagi untuk memasuki tahun 2016.

Tanpa mematikan kedagingan, kita akan sulit untuk mendengar suara Tuhan. Jika kita tidak mematikan kedagingan, kita akan cenderung melayani Tuhan dengan pengertian kita sendiri. Ketika kita tidak bersedia mematikan kedagingan, maka kita tidak akan dapat hidup menggenapi rencana Allah.

Mematikan kedagingan menuntut harga "kehilangan kesenangan." Tubuh kita selalu mengejar & menginginkan kesenangan serta kenyamanan. Hal yang berbahaya dari dosa ialah karena kenikmatan & kesenangan yang ditawarkannya.

Kita tidak dapat bertumbuh & berbuah tanpa mengalami kematian daging. Itu sebabnya setiap orang percaya harus hidup dengan GAYA HIDUP SALIB setiap hari.

Berulangkali Alkitab membahas kata "keinginan," sebagai hal yang mencobai manusia untuk hidup dalam dosa. Kita harus dapat menguasai keinginan kita sebelum keinginan tersebut yang menguasai kita.

Firman Tuhan yang kita terima sebagai makanan rohani, seharusnya membantu kita untuk mematikan kedagingan kita supaya Roh Kudus dapat memanifestasikan kehidupan Yesus melalui kehidupan kita. Yang berbahaya ialah jika khotbah-khotbah yang kita dengar justru membangkitkan keserakahan & bukannya mematikan kedagingan. Sungguh ceroboh jika kita menyelenggarakan ibadah & mengajarkan pengajaran yang justru membangkitkan kedagingan dalam kehidupan orang-orang yang kita pimpin.

Gereja yang sejati ialah gereja yang berjalan di dalam kematian daging. Supaya kehidupan Kristus dapat termanifestasi melalui kita & menjamah hidup banyak orang.

Pelayanan yang mengalirkan pengurapan Allah ialah pelayanan yang dijalani di dalam kematian daging, bukan kebanggaan diri. Waktu daging kita mati, Roh Allah baru dapat bergerak secara bebas untuk bekerja melalui kita.

Sikap kitalah yang seringkali menjadi PENYUMBAT bagi kuasa Allah untuk dapat bekerja di dalam kehidupan kita.

Selamat belajar untuk berjalan di dalam kematian daging setiap hari!

Kamis, 08 Oktober 2015

Akhirnya saya mengalami sendiri betapa berbahayanya memimpin berdasarkan asumsi. Saya adalah seorang yang berkepribadian Intim-Stabil yang sangat "people-oriented." Saya menyadari bahwa "relationship" merupakan area kekuatan saya. Namun, saya pernah mendengar seseorang mengatakan bahwa kekuatan & kelemahan seseorang terletak di area yang sama. Kekuatan yang "tidak diurus" & dikembangkan, dapat berubah menjadi kelemahan yang mendatangkan kekalahan di hidup kita. Relationship ternyata merupakan area kekuatan sekaligus area kelemahan yang harus saya waspadai & atasi.

I love people... Saya bahkan bertumbuh sebagai seorang anak yang mudah percaya kepada orang lain. Tidak pendendam meskipun bisa saja terjadi keributan. Cepat memaaafkan. Tidak suka adanya konflik hubungan. Saya menyukai banyak teman. Lebih tepatnya, saya suka ketika ada banyak orang menyukai saya.

Namun ternyata, kepemimpinan membawa hidup saya ke dalam banyak zona berbahaya yang penuh dengan konflik & konfrontasi. Ada kalanya disalahpahami, difitnah, ditinggalkan, tidak dianggap, dimanfaatkan bahkan ada orang-orang yang menginginkan kegagalan & kehancuran saya.

Apa yang terjadi baru-baru ini membuka mata saya akan sebuah pelajaran penting di dalam kepemimpinan, yaitu: asumsi. Don't lead by assumption. Bagaimana caranya menggambarkan asumsi? Mungkin dengan kata-kata berikut: saya pikir... kirain sudah tahu... tadinya gue anggap dia sudah ngerti...

Ketika melihat "orang-orang hebat" yang Tuhan berikan di gereja kami, saya berasumsi bahwa mereka sudah hidup dengan kapasitas seorang pemimpin. Dengan melihat & berinteraksi dengan mereka, saya menaruh harapan yang besar akan kapasitas & kemampuan mereka. Ternyata saya salah. Bukan salah mereka jika mereka tidak memenuhi ekspektasi kita. Kitalah yang kurang objektif dalam mengenal mereka. Kita harus mengenal lebih dulu sebelum menaruh ekspektasi pada diri mereka. Karena menyukai hubungan dengan orang-orang tertentu, kadang kita menutup mata terhadap hal-hal kecil (sinyal-sinyal kecil) yang seharusnya kita waspadai. Ketika kita mengabaikan sinyal-sinyal kecil tersebut, kita sedang membiarkan benih yang salah tumbuh di dalam diri mereka.

Ternyata bukan hanya "leadership" yang harus dipandu dengan "prinsip," tetapi "hubungan" juga perlu dijalani dengan pemahaman akan prinsip-prinsip hubungan yang tepat. Prinsip-prinsip yang salah mengenai hubungan dapat membawa kita pada kegagalan & masalah besar seputar hubungan dengan orang lain.

Pengampunan merupakan langkah awal dari pemulihan. Iman membawa kita untuk terus melangkah maju dalam rencana Allah. Pasti ada sesuatu yang besar yang Allah ingin kerjakan melalui peristiwa ini. Kita harus kembali membenahi perspektif kita bahwa seluruh pelayanan kita merupakan milik Allah. People come & go. Sebagai pemimpin kita harus siap dengan pertambahan & kehilangan. Ketika ada orang yang masuk di bawah kepemimpinan kita, mungkin ada pemimpin lain yang kehilangan orang tersebut. Sebagai seorang pemimpin kita harus bersikap fair ketika orang datang & meninggalkan kita. Kita harus kembali mengingat bahwa kita cuma hamba. Kita bukan pemilik segala sesuatu; kita hanya dipercaya untuk mengelola apa yang Tuhan percayakan. Jika apa yang ada pada kita diambil, maka kita tidak boleh terpuruk dalam kekecewaan & masuk ke dalam kubangan mengasihani diri.

Tidak ada yang fatal di dalam Tuhan. Allah bisa mengubah & memperbaiki keadaan kita, melampaui kelemahan kita, asalkan kita memiliki kerendahan hati untuk memperbaiki setiap kesalahan yang Allah singkapkan kepada kita. Setiap pemimpin bukan hanya membutuhkan karunia untuk memimpin, mereka juga membutuhkan kasih karunia untuk memimpin. Agar ketika mereka berhadapan dengan konflik & konfrontasi, mereka tidak menjadi lelah, terluka & berhenti di tengah jalan. Melainkan tetap mengandalkan Allah yang telah memanggil mereka untuk sebuah tugas yang sulit, yang hanya bisa diselesaikan dengan kemampuan-Nya.

Pengurapan di dalam diri anda akan selalu mengundang konfrontasi. Semakin anda sungguh hidup dalam rencana Allah, Iblis akan semakin ingin menghentikan anda.

Saya bersyukur untuk "godly advice" yang diberikan oleh beberapa pemimpin yang telah lebih dulu melewati berbagai medan sukar di dalam kepemimpinan mereka. Hikmat yang mereka membantu saya untuk melihat jalan keluar & mengetahui hal-hal apa saja yang harus saya lakukan.