Hari ke-40, akhirnya tiba juga. Hari ini, tanggal 4 November 2011 merupakan tepat hari ke-40 saya melakukan The Journey of 40 Days Fasting Prayer.

Saya belum pernah memulai doa puasa 40 hari sebelumnya. 26 September 2011 adalah hari pertama saya dalam the journey of 40 days fasting prayer.

Beberapa minggu sebelumnya, saya sedang berada di toko buku rohani Haleluya di Mall Kelapa Gading. Ketika itu saya sedang menghabiskan waktu melihat-lihat buku sebelum berangkat ke Rumah Sakit untuk menjenguk jemaat yang melahirkan. Banyak buku yang kelihatan menarik isinya. Saya menarik satu & membolak-balik halamannya. Saya berhenti di sebuah halaman & di sana terdapat tulisan "doa puasa 40 hari." Tulisan tersebut terus terbayang dipikiran saya sepanjang hari itu. Ketika itu saya sedang menjalani doa puasa selama 3 hari.

Jujur saja, sebenarnya doa puasa bukanlah hal yang menarik buat saya. Tahun 2011 ini saya sering melakukannya oleh karena 2 hal. Setengah tahun pertama dari tahun 2011 saya bergumul dengan persiapan pernikahan saya. Doa puasa merupakan langkah yang saya ambil berulang kali untuk menemukan isi hati Tuhan di saat-saat paling sulit dalam kehidupan saya. Hal berikutnya yang memacu saya untuk melakukan doa puasa seminggu sekali ialah: Mike Bickle. Beliau ialah pendiri International House of Prayer yang ada di Kansas City. Pertemuan saya dengan tulisan & buku-bukunya, membawa saya pada pemahaman yang mendalam mengenai doa puasa. Saya telah membaca habis bukunya yang berjudul "The Rewards of Fasting." Saya sangat diberkati.

Desakan untuk melakukan doa puasa 40 hari saya abaikan. Saya tidak ingin melakukannya. Tidak yakin sanggup. Berhubung saya sering masuk angin & punya sakit maag. Saya tahu beberapa teman saya pernah melakukannya. Bapa rohani saya pun sudah melakukannya sejak ia masih kuliah. Tapi sepertinya... doa puasa 40 hari bukan buat saya.

Ketika desakan itu muncul lagi, saya masih memiliki alasan. Pada waktu itu, saya kedatangan tamu. Luis Fernando Machado, misionaris YWAM asal Brazil yang telah 3 tahun tinggal di Bali. Luis adalah calon suami anak rohani saya yang bekerja sebagai staff di YWAM Bali. Kedatangannya ke Jakarta karena ia ada urusan di kedutaan besar Jepang. Ia telah mencoba meng-apply visa dari Bali & Singapore untuk dapat memenuhi undangan pelayanannya di Jepang. Namun semua ditolak. Ia hendak mencoba keberuntungannya dengan meng-apply melalui Jakarta. Namun hasilnya sama, tetap ditolak. Ia harus mengurus visa di negara asalnya, Brazil.

Kehadiran Luis memberikan saya alasan untuk tidak memulai doa puasa 40 hari. Saya harus menemani dia makan & jalan-jalan. Khan tidak enak kalo dia makan & saya puasa. Belum lagi, nanti badan saya lemas kalo harus mengantar dia keliling Jakarta.



Luis hanya stay di Jakarta 3 hari. Kepulangannya membuat saya tidak memiliki alasan lagi. Hari minggu malam, tanggal 25 September 2011 saya merasa kurang sehat. Antara sakit maag atau masuk angin. Saya bilang sama Tuhan: "Saya sedang kurang sehat Tuhan. Kalo doa puasa malah bikin sakit, khan itu malah nggak bijak." Namun saya merasakan desakan yang sangat kuat di roh saya untuk tetap melakukan doa puasa keesokan harinya. Ketika meminta pendapat dari isteri saya, ia pun menganjurkan saya untuk melakukan doa puasa 40 hari tersebut. Saya belum pernah melakukannya. Sepertinya akan menjadi hari-hari yang sangat berat & sulit. Saya memberanikan diri berdoa kepada Tuhan: "Tuhan, jika malam ini Engkau sembuhkan sakitku, besok aku akan mulai doa puasa 40 hari." Ajaib! Tuhan memang tidak main-main! Malam itu juga saya sembuh & sehat. Maka dimulailah perjalanan doa puasa 40 hari.

Tiga hari pertama badan saya sangat lemas. Saya agak mengalami susah tidur. Saya kesulitan mengendari motor dengan seimbang. Tapi setelah hari ke-3, saya menjalani kehidupan yang normal.

Hari ke-9, saya merasakan "demonic attack" yang dahsyat. Saya merasakan ancaman kecelakaan di sepanjang perjalanan. Saya berdoa berbahasa roh & menghubungi seorang anak rohani saya untuk men-cover saya dalam doa sepanjang hari itu.

Doa puasa bukan sekedar masalah "nggak makan." Kita memerlukan tujuan yang tepat untuk melakukannya.

Salah satu tujuan doa puasa 40 hari yang saya jalani ialah: spiritual detox. Saya ingin Tuhan mengeluarkan racun-racun rohani yang ada di dalam diri saya selama ini. Betul saja, Tuhan bekerja begitu luar biasa. Hal-hal menyebalkan terus terjadi. Daging saya menjerit. Saya harus menyangkal diri. Tuhan sedang mengoperasi saya. Kemarahan saya yang terpendam naik ke permukaan. Gambar diri saya digoncang habis. Perasaan "tidak aman" (insecure) tiba-tiba saya menyergap saya. Saya benar-benar merasa tidak nyaman. Namun saya tahu, Allah sedang mengoperasi saya. Saya sedang ditikam Allah. Sakit sekali. Tapi itu baik buat saya. Untuk mengeluarkan racun & penyakit rohani yang bercokol di hati saya.

Pada tanggal 16 Oktober 2011, saya membuat acara City Gate Equipping Day di Alila Hotel. Dua sahabat saya: Ps. Andry Sugandi & Ps. Wigand Sugandi datang dari Sydney ke Jakarta. Acara yang bertemakan "For This Cause" tersebut merupakan acara yang spesial sepanjang tahun ini. Kami menghabiskan dana yang sangat besar untuk menyelenggarakan 4 sesi impartasi. Namun hari itu, saya tidak dapat menikmati makanan & coffee break yang disiapkan seperti para peserta lainnya. Saya masih dalam masa doa puasa. Tapi syukurlah saya masih kebagian makanan untuk buka puasa. Praise the Lord!




Malam itu saya menginap di Alila Hotel bersama dengan isteri saya. Kami telah menyewa sebuah kamar yang berfungsi untuk tempat istirahat bayi-bayi atau anak-anak kecil dari sahabat-sahabat kami. Malamnya kami yang menggunakan kamar tersebut untuk menginap. Saya terkenang beberapa bulan sebelumnya, ketika saya menikah di hotel tersebut. Breakfast yang luar biasa sangat saya nantikan. Sampai saya tersadar bahwa besok pagi saya doa puasa... Oh my God! Sayang banget free breakfast untuk 2 orang hanya dipakai oleh isteri saya seorang yang makannya sangat sedikit...



Keesokan harinya saya menemani isteri saya breakfast. Kami duduk persis di tempat kami pertama kali datang ke Buzz Restaurant. 13 Januari 2010 saya mengajak Vania Valencia makan malam di sana & memberitahukan rencana pernikahan kami waktu itu. Pagi itu kami duduk di meja yang sama. Hanya menatapi semua orang menikmati makanan & minuman pagi itu, sedangkan saya... puasa.

Sempat terpikir oleh saya: "Bagaimana seandainya hari ini saya tidak doa puasa. Saya biarkan bolong 1 hari, besok saya lanjutkan lagi." Tapi saya merasa sayang. Tahu begitu, sekalian saja dari kemarin ketika City Gate Eqquipping Day berlangsung. Hmm... pagi itu saya memutuskan untuk tetap menjalani doa puasa. Saya melepaskan kesempatan untuk menikmati sarapan pagi di Buzz Restaurant, demi menghormati Tuhan Yesus. Saya melepaskan yang baik, untuk mendapatkan yang terbaik.

Tidak terasa, hari ini sudah hari terakhir. 45 menit lagi waktu doa puasa saya akan berakhir. Saya akan kembali ke kehidupan yang normal. Memakan makanan yang saya suka kapan pun saya mau. Tapi jika saya doa puasa 40 hari hanya untuk mendapati diri saya menjadi lebih rakus dari 40 hari yang lalu, maka itu adalah sebuah kebodohan.

Fasting is a lifestyle. Gaya hidup yang penuh penyangkalan diri. menyangkal diri dari inferior pleasure of sin supaya dapat menikmati superior pleasure of Gospel.

Puji Tuhan, selama menjalani doa puasa 40 hari ini badan saya tidak pernah sakit... padahal saya tidur menggunakan AC, berulang kali kehujanan di jalan, sempat melayani di Puncak & mandi air dingin. Ini merupakan bukti penyertaan-Nya yang luar biasa. Bukan karena kuat & gagahku aku menyelesaikan the journey of 40 days fasting prayer. Semua karena anugerah-Nya.