Jumat, 15 Juli 2016

BADAI TELAH USAI, INI WAKTUNYA MEMBANGUN KEMBALI!


Melewati badai saja tidak cukup. Ini waktunya membangun. Membangun sesuatu tidak mudah. Banyak orang hanya senang badai telah berlalu. Sekarang kita berada di comfort zone. Membangun itu beresiko. Bagaimana seandainya apa yang coba kita bangun itu gagal?

Membangun sesuatu membutuhkan keberanian. Berani menghadapi kemungkinan akan kegagalan. Ada orang-orang yang terlalu lelah dengan badai yang baru saja berlalu. Badai-badai p ktelah menimbulkan banyak ketakutan yang belum tersembuhkan meskipun badai telah berhenti. Badai yang sesungguhnya ada di dalam kita, berkecamuk dan mengendalikan setiap keputusan. Logika kita dicemari oleh ketakutan, sehingga membawa kita untuk main aman.

Iman menantang kita untuk tidak main aman dalam kehidupan ini. Orang yang selalu main aman akan selalu menyesali sejarah hidupnya. Karena kurang berani, hidupnya tidak banyak hal menarik untuk dikisahkan. Tidak banyak hal berarti untuk diteladani. Tidak ada nilai yang diperjuangkan. Bahkan mungkin tidak ada hal yang perlu di ubah, karena rasanya semua baik-baik saja.

Anggapan bahwa hidup yang kita jalani hari ini baik-baik saja merupakan sebuah jebakan. Membawa kita kehilangan kewaspadaan (sense of alertnesss). Akibatnya kita tidak merasa urgent untuk berlatih dan mempertajam diri.

Sungguh, tanpa tujuan yang benar memimpin kita dari dalam, hidup hampir tidak ada artinya. Hidup ranpa masalah bukanlah kehidupan itu sendiri. Kita baru benar-benar hidup ketika kita hidup menaklukkan masalah. Menang atas masalah & tetap berdiri untuk bisa membantu orang lain untuk menang atas masalahnya.

Meski badai telah selesai, ini bukan waktunya berdiam diri... Ada sesuatu yang harus dibangun. Bukan karena kita yang mau atau tidak... Melainkan karena ini adalah "perintah."

Seperti kitab Nehemia memberi tahu kita, bahwa inilah waktu untuk membangun kembali puing-puing. Jangan biarkan "kota" ini tetap menjadi reruntuhan. Kita membangun karena kita percaya bahwa Allah belum selesai dengan kita. Ia masih ingin berkarya melalui "kota" kita. Di sinilah tempat di mana Allah pernah memulai sesuatu yang baru. Dan Ia terus akan melakukan hal-hal yang baru di generasi ini.

Kamis, 12 Mei 2016

Bertumbuh Dalam Kompetensi & Penyerahan Diri

Tahun ini saya semakin menyadari pentingnya menggunakan waktu di masa lalu untuk membangun kompetensi yang hasilnya bisa dinikmati saat ini. Entah kenapa, kata "kompetensi" menjadi kata yang muncul dengan kuat sepanjang tahun ini. Tanpa kompetensi, kita tidak akan dapat terus menjadi berkat & hidup berdampak.

Kadang kita gemes sama orang-orang yang nggak mau mengembangkan kompetensinya sehingga tetap dengan kemampuan atau skill seperti 3 atau 5 tahun lalu, tapi mengharapkan hasil & kepercayaan lebih di tahun ini.

Ada banyak gereja meminta agar Tuhan mengirimkan jiwa-jiwa ke dalam gerejanya, namun orang-orang yang ada tidak memiliki kompetensi untuk mengatasi berbagai masalah & krisis yang dialami oleh jiwa-jiwa baru yang datang ke gereja.

Seiring saya terus membangun kompetensi & kompetensi tersebut menjadi sebuah kontribusi yang dapat dinikmati & diakui oleh orang lain, ternyata jika kita tidak berjaga-jaga, kompetensi dapat menjadi rintangan untuk kita berserah kepada Tuhan. Kompetensi dapat melunturkan tingkat penyerahan diri kita kepada Allah. Sehingga tanpa sadar kita berhenti mengandalkan Allah & mulai mengandalkan kekuatan sendiri.

Waktu kita bertumbuh dalam kompetensi, kadang kita menjalani hidup dengan "perasaan mampu." Ketika kita mengandalkan kemampuan (kompetensi) yang semakin bertumbuh & diakui orang lain, kita tidak lagi merasa memerlukan kasih karunia Allah.

Malam ini saya berhenti sejenak dari segala kesibukan, & mulai memeriksa kehidupan saya... Apakah saya tanpa sadar sudah berhenti mengandalkan Tuhan oleh karena kompetensi saya yang semakin bertumbuh & diakui orang lain.

Saya tidak ingin hidup di luar kasih karunia. Kompetensi terbatas, sehebat apapun kompetensi itu. Saya harus kembali untuk hidup dalam penyerahan diri & selalu mengandalkan Allah, meskipun kompetensi saya terus semakin berkembang.

Saya berhenti mengakui kompetensi saya & mulai mengakui betapa besarnya kasih & kuasa Allah atas kehidupan saya.

Kita harus hidup dengan kesadaran akan anugerah Allah setiap hari. Penyerahan diri setiap hari kepada Allah akan membawa kita untuk mengerti & berjalan di dalam rencana Allah.

Jumat, 15 Juli 2016


Melewati badai saja tidak cukup. Ini waktunya membangun. Membangun sesuatu tidak mudah. Banyak orang hanya senang badai telah berlalu. Sekarang kita berada di comfort zone. Membangun itu beresiko. Bagaimana seandainya apa yang coba kita bangun itu gagal?

Membangun sesuatu membutuhkan keberanian. Berani menghadapi kemungkinan akan kegagalan. Ada orang-orang yang terlalu lelah dengan badai yang baru saja berlalu. Badai-badai p ktelah menimbulkan banyak ketakutan yang belum tersembuhkan meskipun badai telah berhenti. Badai yang sesungguhnya ada di dalam kita, berkecamuk dan mengendalikan setiap keputusan. Logika kita dicemari oleh ketakutan, sehingga membawa kita untuk main aman.

Iman menantang kita untuk tidak main aman dalam kehidupan ini. Orang yang selalu main aman akan selalu menyesali sejarah hidupnya. Karena kurang berani, hidupnya tidak banyak hal menarik untuk dikisahkan. Tidak banyak hal berarti untuk diteladani. Tidak ada nilai yang diperjuangkan. Bahkan mungkin tidak ada hal yang perlu di ubah, karena rasanya semua baik-baik saja.

Anggapan bahwa hidup yang kita jalani hari ini baik-baik saja merupakan sebuah jebakan. Membawa kita kehilangan kewaspadaan (sense of alertnesss). Akibatnya kita tidak merasa urgent untuk berlatih dan mempertajam diri.

Sungguh, tanpa tujuan yang benar memimpin kita dari dalam, hidup hampir tidak ada artinya. Hidup ranpa masalah bukanlah kehidupan itu sendiri. Kita baru benar-benar hidup ketika kita hidup menaklukkan masalah. Menang atas masalah & tetap berdiri untuk bisa membantu orang lain untuk menang atas masalahnya.

Meski badai telah selesai, ini bukan waktunya berdiam diri... Ada sesuatu yang harus dibangun. Bukan karena kita yang mau atau tidak... Melainkan karena ini adalah "perintah."

Seperti kitab Nehemia memberi tahu kita, bahwa inilah waktu untuk membangun kembali puing-puing. Jangan biarkan "kota" ini tetap menjadi reruntuhan. Kita membangun karena kita percaya bahwa Allah belum selesai dengan kita. Ia masih ingin berkarya melalui "kota" kita. Di sinilah tempat di mana Allah pernah memulai sesuatu yang baru. Dan Ia terus akan melakukan hal-hal yang baru di generasi ini.

Kamis, 12 Mei 2016

Tahun ini saya semakin menyadari pentingnya menggunakan waktu di masa lalu untuk membangun kompetensi yang hasilnya bisa dinikmati saat ini. Entah kenapa, kata "kompetensi" menjadi kata yang muncul dengan kuat sepanjang tahun ini. Tanpa kompetensi, kita tidak akan dapat terus menjadi berkat & hidup berdampak.

Kadang kita gemes sama orang-orang yang nggak mau mengembangkan kompetensinya sehingga tetap dengan kemampuan atau skill seperti 3 atau 5 tahun lalu, tapi mengharapkan hasil & kepercayaan lebih di tahun ini.

Ada banyak gereja meminta agar Tuhan mengirimkan jiwa-jiwa ke dalam gerejanya, namun orang-orang yang ada tidak memiliki kompetensi untuk mengatasi berbagai masalah & krisis yang dialami oleh jiwa-jiwa baru yang datang ke gereja.

Seiring saya terus membangun kompetensi & kompetensi tersebut menjadi sebuah kontribusi yang dapat dinikmati & diakui oleh orang lain, ternyata jika kita tidak berjaga-jaga, kompetensi dapat menjadi rintangan untuk kita berserah kepada Tuhan. Kompetensi dapat melunturkan tingkat penyerahan diri kita kepada Allah. Sehingga tanpa sadar kita berhenti mengandalkan Allah & mulai mengandalkan kekuatan sendiri.

Waktu kita bertumbuh dalam kompetensi, kadang kita menjalani hidup dengan "perasaan mampu." Ketika kita mengandalkan kemampuan (kompetensi) yang semakin bertumbuh & diakui orang lain, kita tidak lagi merasa memerlukan kasih karunia Allah.

Malam ini saya berhenti sejenak dari segala kesibukan, & mulai memeriksa kehidupan saya... Apakah saya tanpa sadar sudah berhenti mengandalkan Tuhan oleh karena kompetensi saya yang semakin bertumbuh & diakui orang lain.

Saya tidak ingin hidup di luar kasih karunia. Kompetensi terbatas, sehebat apapun kompetensi itu. Saya harus kembali untuk hidup dalam penyerahan diri & selalu mengandalkan Allah, meskipun kompetensi saya terus semakin berkembang.

Saya berhenti mengakui kompetensi saya & mulai mengakui betapa besarnya kasih & kuasa Allah atas kehidupan saya.

Kita harus hidup dengan kesadaran akan anugerah Allah setiap hari. Penyerahan diri setiap hari kepada Allah akan membawa kita untuk mengerti & berjalan di dalam rencana Allah.