Selasa, 27 Desember 2011

RELEVANT & PROPHETIC MESSAGE OF CHRISTMAS 2011



Pertengahan bulan Desember saya menerima BBM dari seorang teman. Dia menanyakan no handphone saya untuk diberitahukan kepada adiknya. Adiknya adalah penyiar radio di Surabaya. Konon katanya, ia ingin menghubungi saya untuk menyampaikan pesan natal singkat untuk para pendengar radio. Tanpa bertanya lebih detail, saya menyetujui permintaannya. Saya hanya meminta untuk memberitahu lebih dahulu sebelum menelepon saya, takut saya sedang tidak "available" untuk dihubungi.

Saya tidak jadi di telepon untuk siaran radio tersebut. Tapi tak mengapa. Saya justru menemukan maksud Tuhan ketika saya mempersiapkan diri untuk siaran tersebut. Setelah tahu bahwa saya akan dihubungi oleh sebuah siaran radio untuk diminta menyampaikan pesan singkat seputar "makna natal," saya meluangkan waktu untuk merenung. Entah mengapa saya merasa bosan dengan banyak pesan natal yang terdengar "klise: dari tahun ke tahun. Saya tidak ingin merekayasa pesan. Saya ingin pewahyuan dari Roh Kudus. Saya ingin pesan yang "fresh" yang berhubungan dengan kehidupan saat ini & masa depan. Bukan sekedar mengucapsyukur kepada Allah karena Yesus telah lahir 2000 tahun yang lalu (walaupun hal tersebut tetap harus kita lakukan). Saya percaya, pasti ada pesan natal yang lebih relevant & prophetic untuk generasi ini, daripada sekedar sebuah pesan sentimentil yang sama dari tahun ke tahun.

"Kami senantiasa membawa kematian Yesus di dalam tubuh kami, supaya kehidupan Yesus juga menjadi nyata di dalam tubuh kami." - II Korintus 4:10

"Natal" berarti "kelahiran." Kelahiran menandakan awal dari kehidupan. Firman Allah memiliki prinsip yang kekal mengenai "kehidupan": kematian selalu mendahului kehidupan (kebangkitan). Sebelum Yesus mengalami kematian di bumi (di atas kayu salib), Ia telah mengalami kematian di Sorga. Yesus telah mati terhadap Diri-Nya sendiri. 

"... yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia... " -Filipi 2:6-7

Kelahiran Yesus di bumi diawali dengan kematian-Nya di Sorga. Kematian terhadap diri sendiri, kesenangan, kepentingan diri, kedagingan, akan membawa kita pada kehidupan Yesus. Kekristenan dimaksudkan menjadi sebuah "ekspresi." Kita ditebus, dimuridkan, diurapi & diutus oleh Allah, agar kita mengekspresikan kehidupan Yesus di dalam kehidupan kita. Apa itu kehidupan Yesus? Ia menyembuhkan orang sakit, melepaskan orang terikat/terbelenggu, mengasihi/mengampuni orang berdosa, memulihkan orang terluka, berkorban bagi orang lain, memuridkan & memperlengkapi orang lain, dan masih banyak lagi.

Jika kita tidak menjadi satu dengan apa yang menjadi kematian-Nya, kita tidak akan dapat menjadi satu dengan apa yang menjadi kehidupan-Nya (kebangkitan-Nya).

Kita harus melepaskan diri dari pola pikir tradisi & mentalitas agamawi. Natal bukan soal makanan, liburan, belanja, kado, pohon natal, santa claus atau acara-acara keluarga. Berkat & mujizat natal seharusnya tidak menjadikan kita orang-orang yang rakus, boros, serakah, & tidak memiliki penguasaan diri. Natal adalah tentang bagaimana Yesus lahir & memerintah di hidup kita. Kehidupan-Nya harus semakin nyata di dalam hidup & pelayanan kita. Jangan mengumbar kedagingan dengan berkat-berkat yang kita terima pada momen natal.

Yesus yang telah datang ke dunia 2000 tahun yang lalu, juga akan datang kembali sebagai Raja. Sudahkah kita mempersiapkan diri sebagai mempelai yang layak di hadapan-Nya?

"Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora dan kemabukan serta kepentingan-kepentingan duniawi dan supaya hari Tuhan jangan dengan tiba-tiba jatuh ke atas dirimu seperti suatu jerat."-Lukas 21:34

Natal tahun ini, saya membiasakan diri untuk tidak berfokus pada "pohon natal" & "santa claus"... Karena natal adalah tentang Yesus, bukan yang lain. Kiranya kehidupan Yesus menjadi semakin nyata di dalam hidup kita, melalui kedagingan & keduniawian yang kita matikan setiap hari dengan pertolongan Roh Kudus & Firman Allah. Selamat Natal 2011.



Sabtu, 10 Desember 2011

GENGSI DONK: SEBUAH PELAJARAN ROHANI BAGI MEREKA YANG INGIN KELUAR DARI SIKLUS KEGAGALAN



Saya jarang memikirkan kata tersebut. Namun, sekarang kata tersebut terdengar sangat menakutkan. Gengsi. Sebuah kata penting yang membuat jurang besar antara orang-orang yang berhasil dengan orang-orang yang gagal.


Hikmat berarti belajar dari kesalahan yang orang lain lakukan. Tuhan mengizinkan saya melihat kegagalan orang-orang terdekat untuk menemukan sebuah pelajaran berharga tentang gengsi.


Gengsi adalah: sikap tidak mau merasa direndahkan, dipermalukan, terlihat jelek, lemah & gagal, yang menghalangi seseorang untuk melakukan tindakan atau mengatakan apa yang seharusnya, sehingga ia tidak mendapatkan apa yang seharusnya ia dapatkan.

Kesombongan dapat menghalangi seseorang untuk melakukan tindakan-tindakan benar yang seharusnya ia lakukan. 
Mengapa harus "meminta tolong" & "terlihat bodoh," kalo kita bisa membuat pancingan melakui sikap & perkataan kita yang dapat membuat orang lain "menawarkan pertolongan." Bukankah itu terlihat "lebih pintar"? Tentu tidak. Ini merupakan ketidaktulusan, kemunafikan & kesombongan. 

Gengsi ternyata telah menyelinap dibalik kedok & jubah rohani. Mengatasnamakan Tuhan & firman Allah, seseorang dapat berusaha memperoleh apa yang ia inginkan secara "indirect" (tidak langsung). Suruh orang lain yang bilang! Lempengin muka aja! Pura-pura bego! (maaf, maksudnya pura-pura nggak tahu)... Pura-pura nggak tahu merupakan salah satu ekspresi dari DOSA KEBOHONGAN. Memang tidak terlalu kelihatan, tapi tetap saja dosa.

Pura-pura nggak tahu, pura-pura lupa & pura-pura baik merupakan ekspresi dari dosa kesombongan. Di dalam kebenaran sejati tidak ada kepura-puraan, karena kasih memberi tempat terhadap ketidaksempurnaan kita.

Kerendahan hati terekspresi di dalam 3 kata penting ini:
- terima kasih
- tolong
- maaf

Orang yang tidak pernah belajar mengucapkan 3 kata ini menjadi bagian dari pola hubungannya, adalah orang yang sedang dikuasai kesombongan. Memang, kita bisa saja menggunakan ketiga kata tersebut untuk membentuk kerendahan hati palsu. Tapi ingat, sesuatu yang palsu tidak tahan lama.

Beberapa hari ini Tuhan membukakan pikiran saya tentang bahaya gengsi. Beberapa orang yang saya kenal mengalami masalah yang semakin memburuk: pernikahan yang hampir hancur, kemiskinan, keterikatan hutang, pengangguran, dll. Dan saya menemukan "akar" yang sama dari beberapa kasus yang berbeda: gengsi. Kesombongan terselubung telah menciptakan kegagalan yang berulang dalam hidup seseorang. Bukan berarti siklus kegagalan ini tidak bisa diputuskan. Asalkan saja kita bersedia untuk memperagakan kerendahan hati, maka kita dapat membutuskan rantai kegagalan tersebut.
Pelajaran ini saya tulis bukan untuk menghakimi siapa pun. Cerita-cerita yang pernah saya dengar tentang kegagalan orang-orang saya kenal & kehidupan-kehidupan yang Tuhan izinkan untuk saya saksikan, telah memberikan saya "rambu" untuk saya pasang. Untuk mengingatkan diri saya sendiri, agar tidak terperosok ke dalam lubang yang sama. Terima kasih buat kalian yang telah berbagi cerita dengan saya. Saya percaya bahwa Tuhan memakai cerita-cerita tersebut untuk menyelamatkan hidup saya dari kehancuran. Let's fight for humility!

Minggu, 04 Desember 2011

OBROLAN YANG MENCURI SUKACITA



Apakah membicarakan tentang uang, kesukesan, tabungan, pencapaian, karir... mencuri sukacita kita? Apakah obrolan santai dengan sahabat-sahabat kita berujung pada kemurungan? Percakapan seru menuntun kita pada penyingkapan diri bahwa "aku belum seperti mereka" atau "aku belum memiliki apa yang mereka miliki."

Hal ini umumnya dialami oleh mereka yang sudah terjun ke dunia pekerjaan atau baru menikah. Momen saling bertukar informasi tiba-tiba menjadi waktu yang tepat untuk Iblis mencobai kita. Fokus akan Allah dialihkan pada harta, karir & pencapaian.

Ingin terlihat hebat. Ingin mendapat pengakuan. Ingin dipuji. Bukankah semua orang menginginkannya? Tentu saja. Bahkan ada banyak orang yang rela menyiksa diri demi mendapatkan ini semua. Jiwa yang haus mencari jawaban pada sumber yang salah. Allah menciptakan jiwa agar dapat dipuaskan oleh Diri-Nya.

Penghalang utama perubahan hidup ialah: penyangkalan. Kita menyangkal bahwa kita iri dengan orang lain. Kita menyangkal bahwa sebenarnya kita marah. Kita menyangkal bahwa sebenarnya kita sangat menginginkan sesuatu. Mengapa tidak mengakuinya saja?

Mengakui bukan berarti membenarkan! Kita mengakui apa yang salah, agar kita bisa mengambil langkah perbaikan.


"Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka." (I Tim 6:9-10)

"Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar. Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama,..." (II Tim 3:1-2)

Hari-hari ini saya sedang melihat aplikasi nyata dari 2 kebenaran di atas. Mereka yang dulu melayani Tuhan dengan tulus & mengasihi kebenaran, sekarang sedang menjauh dari Tuhan & sedang menyembah Mamon. Tuhan hanya alat untuk mencapai tujuan, bukan Raja yang memerintah di hati kita.

Tidak ada jaminan bahwa saya tidak akan terporosok di dalamnya. Saya harus waspada! Menjaga hati saya dari "cinta akan uang"... melayani Tuhan dengan segala ketulusan & kejujuran.

"Bapa, tolong jaga hatiku... untuk tetap mengasihi & melayani-Mu dengan penuh kemurnian."

BOLEH BERMIMPI


Memiliki impian bukan hanya memberikan kita sebuah harapan, tetapi juga resiko & tantangan untuk menguji impian tersebut. Sungguh menyakitkan jika kita mengalami impian yang ditertawakan. Tak jarang justru orang-orang terdekat kita yang seringkali melemahkan iman kita dalam perjalanan meraih impian. Menghidupi semua rangkaian kehidupan yang natural adalah jauh lebih mudah dibandingkan harus melangkah di dalam berjalan di dalam dimensi supranaturalnya Allah. Terutama jika kita pernah memiliki kegagalan untuk meraih mujizat yang diharapkan di masa lalu.

Tuhan Yesus mentoleransi kegagalan kita sebagai sebuah proses belajar. Dia mengampuni kesalahan kita karena Ia sangat memahami keterbatasan kita. Tapi masalahnya orang lain belum tentu memahami kegagalan & kesalahan yang kita lakukan. Bahkan terkadang apa yang menurut manusia merupakan kegagalan, dapat merupakan kesuksesan di mata Allah. Ukuran sukses Allah tentu tidak sama dengan ukuran manusia. Allah melihat penampilan, Allah melihat hati. Manusia melihat hasil, sedangkan Allah melihat proses bagaimana kita diubahkan menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya.

Kita tidak selalu dapat menghindari rasa sakit akibat ejekan terhadap mimpi-mimpi kita. Coba saja perhatikan Yusuf yang diejek bahkan dibenci oleh kakak-kakaknya hanya karena ia menceritakan mimpi yang ia terima dari Tuhan. Yusuf disalahpahami. Lebih daripada itu, Yusuf dibenci karena mempunyai mimpi. Namun, siapakah yang dapat membatalkan mimpi yang telah diberikan Allah. Manusia mereka-rekakan yang jahat, namun Allah mengubah semuanya guna mendatangkan kebaikan.

Yusuf memilki pilihan untuk kecewa & sakit hati. Sindiran orang terdekat kita lebih menyakitkan daripada irisan pisau yang melukai jari kita. Bahkan bertahun-tahun pun bekasnya bisa tidak hilang jika kita tidak mengampuni. Seandainya Yusuf tidak hidup di dalam kuasa pengampunan Allah, ia pasti telah hilang kepekaan. Kepekaan rohani yang membuatnya Allah dapat bekerja dengan memberikan arti mimpi bagi Firaun. Dengan kepekaan rohaninya, Yusuf menangkap peluang yang ada di hadapannya. Menjadi orang nomor 2 di negeri Mesir setelah Firaun. Dipakai Allah untuk memelihara bangsanya & keluarga ayahnya dari bencana kelaparan yang melanda seluruh bumi.

Kegagalan & kesalahan seharusnya tidak membuat kita berhenti untuk berharap. Jangan hanya main aman! Putuskan untuk mengambil resiko, mempercayai Allah! Melangkah di dalam iman... keluar dari perahu... berjalan di atas air... walaupun sesekali tenggelam karena kurang percaya... Paling tidak kita telah membuat keputusan, untuk mempercayai & mengalami Dia... sambil mencari kesempatan lain untuk kembali melangkah ke luar dari perahu & mencoba kembali untuk berjalan di atas air.

Apa yang paling buruk dari kegagalan? Dipermalukan!
Apa yang paling baik dari mimpi yang tergenapi? Sukacita menyaksikan perbuatan Tuhan di hidupku!

- A dream gives you passion -

Jumat, 02 Desember 2011

DUA PELAJARAN HATI

Secara tidak sengaja, siang ini saya bertemu dengan seorang teman lama di sebuah mall. Saya mengenal dia sebagai pribadi yang rendah hati, kalem, bersahaja, nggak neko-neko. Lama kami tidak bertemu. Beberapa tahun ini kami pertama bertemu sesekali dalam beberapa acara rohani. Tampangnya masih sama persis! Hampir tidak ada yang berubah sama sekali. Itu sebabnya saya sangat mudah mengenalinya.

Sebenarnya saya tidak terlalu dekat dengan teman saya ini. Kami pernah berjemaat & berkomunitas di gereja yang sama. Sampai akhirnya dia memiliki pelayanan sendiri, begitu juga saya. Saat ini dia telah bergabung dalam sebuah pelayanan yang dipimpin oleh seorang hamba Tuhan yang luar biasa. Saya pernah mengikuti ibadah yang diadakan oleh hamba Tuhan tersebut, & sangat diberkati oleh khotbah-khotbahnya.

Tapi mengapa dalam beberapa perjumpaan terakhir dengan teman saya ini, saya merasakan ada yang berbeda. Bukan tampangnya. Bukan pula penampilannya. Tetapi sikapnya. Saya yakin dia pasti mengalami banyak hal yang dahsyat bersama dengan Allah di bawah kepemimpinan hamba Tuhan yang luar biasa ini. Dan sepertinya dia juga memiliki pelayanan yang lebih "ber-impact." Tapi ada sesuatu yang saya rasakan hilang dari dirinya. Sesuatu yang dulu saya pikir hal tersebut merupakan keunggulan dalam dirinya, yaitu: kerendahan hati. Mati-matian saya berusaha, sepertinya sulit untuk saya dapat mecapai kerendahan hati seperti teman saya ini. Pertemuan kami siang ini benar-benar mengejutkan saya. Sikap & perkataan yang keluar dari dirinya sama sekali tidak menggambarkannya sebagai pribadi yang saya kenal dengan kerendahan hatinya.

Kami tidak sempat ngobrol panjang. Hanya saling menyapa & saling menanyakan kabar tidak lebih dari 5 menit. Namun, tatapan matanya, cara bicaranya, bahasa tubuhnya... semoga saja saya salah... Tapi bagaimana jika benar?

Malam ini saya memutuskan untuk berdoa bagi teman saya ini. Saya percaya bahwa Allah telah mempercayakan dia pelayanan yang luar biasa. Dan juga memiliki bapa rohani yang dipakai Tuhan luar biasa. Jika hari ini Tuhan mengizinkan saya mengenali hilangnya kerendahan hati dalam dirinya, saya tetap tidak dipanggil untuk menghakiminya. Saya tahu, bahwa saya pun perlu banyak bergumul di dalam zona kerendahan hati. Ketika saya menyadari bahwa hati saya terganggu dengan pertemuan singkat dengannya siang ini, bagi saya ini merupakan sebuah panggilan untuk mendoakannya.

Berapa sering kita menjumpai kesalahan orang lain & menghakiminya? Menjadikannya buah bibir untuk diperbincangkan tanpa ada solusi yang berarti. Saya percaya ketika Allah mengizinkan kesalahan atau kelemahan orang lain tersingkap di hadapan kita, hal itu merupakan sebuah panggilan untuk mendoakannya. Itulah fungsi tubuh. Kekuatan kita harus menutupi kelemahan orang lain, begitu juga sebaliknya.

Di satu sisi saya mendapat pelajaran rohani lain yang tak kalah penting!

Perkenalan kita dengan orang-orang tertentu (entah itu hamba Tuhan yang dipakai Tuhan luar biasa ataukah artis), dapat mengubah sikap hati kita. Dapatkah kita mempertahankan kerendahan hati kita? Ketika Allah memberkati kita dengan pelayanan yang lebih luar biasa, apakah dengan mudah kita kehilangan kerendahan hati. 

Kita harus bertumbuh di dalam kerendahan hati, seiring dengan promosi yang kita terima dari Tuhan.

"Maka janganlah kaukatakan dalam hatimu: Kekuasaanku dan kekuatan tangankulah yang membuat aku memperoleh kekayaan ini. Tetapi haruslah engkau ingat kepada TUHAN, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan, dengan maksud meneguhkan perjanjian yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, seperti sekarang ini." (Ulangan 8:17-18)

Tuhan mau agar kita tetap menjaga hati ketika 2 hal terjadi:
1. Kelemahan orang lain tersingkap di hadapan kita:berdoalah bagi orang tersebut.
2. Kita diberkati dengan hubungan (kenal dengan orang-orang hebat) & mengalami promosi dalam pelayanan atau pekerjaan: terus bertumbuh di dalam kerendahan hati.


Selasa, 27 Desember 2011



Pertengahan bulan Desember saya menerima BBM dari seorang teman. Dia menanyakan no handphone saya untuk diberitahukan kepada adiknya. Adiknya adalah penyiar radio di Surabaya. Konon katanya, ia ingin menghubungi saya untuk menyampaikan pesan natal singkat untuk para pendengar radio. Tanpa bertanya lebih detail, saya menyetujui permintaannya. Saya hanya meminta untuk memberitahu lebih dahulu sebelum menelepon saya, takut saya sedang tidak "available" untuk dihubungi.

Saya tidak jadi di telepon untuk siaran radio tersebut. Tapi tak mengapa. Saya justru menemukan maksud Tuhan ketika saya mempersiapkan diri untuk siaran tersebut. Setelah tahu bahwa saya akan dihubungi oleh sebuah siaran radio untuk diminta menyampaikan pesan singkat seputar "makna natal," saya meluangkan waktu untuk merenung. Entah mengapa saya merasa bosan dengan banyak pesan natal yang terdengar "klise: dari tahun ke tahun. Saya tidak ingin merekayasa pesan. Saya ingin pewahyuan dari Roh Kudus. Saya ingin pesan yang "fresh" yang berhubungan dengan kehidupan saat ini & masa depan. Bukan sekedar mengucapsyukur kepada Allah karena Yesus telah lahir 2000 tahun yang lalu (walaupun hal tersebut tetap harus kita lakukan). Saya percaya, pasti ada pesan natal yang lebih relevant & prophetic untuk generasi ini, daripada sekedar sebuah pesan sentimentil yang sama dari tahun ke tahun.

"Kami senantiasa membawa kematian Yesus di dalam tubuh kami, supaya kehidupan Yesus juga menjadi nyata di dalam tubuh kami." - II Korintus 4:10

"Natal" berarti "kelahiran." Kelahiran menandakan awal dari kehidupan. Firman Allah memiliki prinsip yang kekal mengenai "kehidupan": kematian selalu mendahului kehidupan (kebangkitan). Sebelum Yesus mengalami kematian di bumi (di atas kayu salib), Ia telah mengalami kematian di Sorga. Yesus telah mati terhadap Diri-Nya sendiri. 

"... yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia... " -Filipi 2:6-7

Kelahiran Yesus di bumi diawali dengan kematian-Nya di Sorga. Kematian terhadap diri sendiri, kesenangan, kepentingan diri, kedagingan, akan membawa kita pada kehidupan Yesus. Kekristenan dimaksudkan menjadi sebuah "ekspresi." Kita ditebus, dimuridkan, diurapi & diutus oleh Allah, agar kita mengekspresikan kehidupan Yesus di dalam kehidupan kita. Apa itu kehidupan Yesus? Ia menyembuhkan orang sakit, melepaskan orang terikat/terbelenggu, mengasihi/mengampuni orang berdosa, memulihkan orang terluka, berkorban bagi orang lain, memuridkan & memperlengkapi orang lain, dan masih banyak lagi.

Jika kita tidak menjadi satu dengan apa yang menjadi kematian-Nya, kita tidak akan dapat menjadi satu dengan apa yang menjadi kehidupan-Nya (kebangkitan-Nya).

Kita harus melepaskan diri dari pola pikir tradisi & mentalitas agamawi. Natal bukan soal makanan, liburan, belanja, kado, pohon natal, santa claus atau acara-acara keluarga. Berkat & mujizat natal seharusnya tidak menjadikan kita orang-orang yang rakus, boros, serakah, & tidak memiliki penguasaan diri. Natal adalah tentang bagaimana Yesus lahir & memerintah di hidup kita. Kehidupan-Nya harus semakin nyata di dalam hidup & pelayanan kita. Jangan mengumbar kedagingan dengan berkat-berkat yang kita terima pada momen natal.

Yesus yang telah datang ke dunia 2000 tahun yang lalu, juga akan datang kembali sebagai Raja. Sudahkah kita mempersiapkan diri sebagai mempelai yang layak di hadapan-Nya?

"Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora dan kemabukan serta kepentingan-kepentingan duniawi dan supaya hari Tuhan jangan dengan tiba-tiba jatuh ke atas dirimu seperti suatu jerat."-Lukas 21:34

Natal tahun ini, saya membiasakan diri untuk tidak berfokus pada "pohon natal" & "santa claus"... Karena natal adalah tentang Yesus, bukan yang lain. Kiranya kehidupan Yesus menjadi semakin nyata di dalam hidup kita, melalui kedagingan & keduniawian yang kita matikan setiap hari dengan pertolongan Roh Kudus & Firman Allah. Selamat Natal 2011.



Sabtu, 10 Desember 2011



Saya jarang memikirkan kata tersebut. Namun, sekarang kata tersebut terdengar sangat menakutkan. Gengsi. Sebuah kata penting yang membuat jurang besar antara orang-orang yang berhasil dengan orang-orang yang gagal.


Hikmat berarti belajar dari kesalahan yang orang lain lakukan. Tuhan mengizinkan saya melihat kegagalan orang-orang terdekat untuk menemukan sebuah pelajaran berharga tentang gengsi.


Gengsi adalah: sikap tidak mau merasa direndahkan, dipermalukan, terlihat jelek, lemah & gagal, yang menghalangi seseorang untuk melakukan tindakan atau mengatakan apa yang seharusnya, sehingga ia tidak mendapatkan apa yang seharusnya ia dapatkan.

Kesombongan dapat menghalangi seseorang untuk melakukan tindakan-tindakan benar yang seharusnya ia lakukan. 
Mengapa harus "meminta tolong" & "terlihat bodoh," kalo kita bisa membuat pancingan melakui sikap & perkataan kita yang dapat membuat orang lain "menawarkan pertolongan." Bukankah itu terlihat "lebih pintar"? Tentu tidak. Ini merupakan ketidaktulusan, kemunafikan & kesombongan. 

Gengsi ternyata telah menyelinap dibalik kedok & jubah rohani. Mengatasnamakan Tuhan & firman Allah, seseorang dapat berusaha memperoleh apa yang ia inginkan secara "indirect" (tidak langsung). Suruh orang lain yang bilang! Lempengin muka aja! Pura-pura bego! (maaf, maksudnya pura-pura nggak tahu)... Pura-pura nggak tahu merupakan salah satu ekspresi dari DOSA KEBOHONGAN. Memang tidak terlalu kelihatan, tapi tetap saja dosa.

Pura-pura nggak tahu, pura-pura lupa & pura-pura baik merupakan ekspresi dari dosa kesombongan. Di dalam kebenaran sejati tidak ada kepura-puraan, karena kasih memberi tempat terhadap ketidaksempurnaan kita.

Kerendahan hati terekspresi di dalam 3 kata penting ini:
- terima kasih
- tolong
- maaf

Orang yang tidak pernah belajar mengucapkan 3 kata ini menjadi bagian dari pola hubungannya, adalah orang yang sedang dikuasai kesombongan. Memang, kita bisa saja menggunakan ketiga kata tersebut untuk membentuk kerendahan hati palsu. Tapi ingat, sesuatu yang palsu tidak tahan lama.

Beberapa hari ini Tuhan membukakan pikiran saya tentang bahaya gengsi. Beberapa orang yang saya kenal mengalami masalah yang semakin memburuk: pernikahan yang hampir hancur, kemiskinan, keterikatan hutang, pengangguran, dll. Dan saya menemukan "akar" yang sama dari beberapa kasus yang berbeda: gengsi. Kesombongan terselubung telah menciptakan kegagalan yang berulang dalam hidup seseorang. Bukan berarti siklus kegagalan ini tidak bisa diputuskan. Asalkan saja kita bersedia untuk memperagakan kerendahan hati, maka kita dapat membutuskan rantai kegagalan tersebut.
Pelajaran ini saya tulis bukan untuk menghakimi siapa pun. Cerita-cerita yang pernah saya dengar tentang kegagalan orang-orang saya kenal & kehidupan-kehidupan yang Tuhan izinkan untuk saya saksikan, telah memberikan saya "rambu" untuk saya pasang. Untuk mengingatkan diri saya sendiri, agar tidak terperosok ke dalam lubang yang sama. Terima kasih buat kalian yang telah berbagi cerita dengan saya. Saya percaya bahwa Tuhan memakai cerita-cerita tersebut untuk menyelamatkan hidup saya dari kehancuran. Let's fight for humility!

Minggu, 04 Desember 2011



Apakah membicarakan tentang uang, kesukesan, tabungan, pencapaian, karir... mencuri sukacita kita? Apakah obrolan santai dengan sahabat-sahabat kita berujung pada kemurungan? Percakapan seru menuntun kita pada penyingkapan diri bahwa "aku belum seperti mereka" atau "aku belum memiliki apa yang mereka miliki."

Hal ini umumnya dialami oleh mereka yang sudah terjun ke dunia pekerjaan atau baru menikah. Momen saling bertukar informasi tiba-tiba menjadi waktu yang tepat untuk Iblis mencobai kita. Fokus akan Allah dialihkan pada harta, karir & pencapaian.

Ingin terlihat hebat. Ingin mendapat pengakuan. Ingin dipuji. Bukankah semua orang menginginkannya? Tentu saja. Bahkan ada banyak orang yang rela menyiksa diri demi mendapatkan ini semua. Jiwa yang haus mencari jawaban pada sumber yang salah. Allah menciptakan jiwa agar dapat dipuaskan oleh Diri-Nya.

Penghalang utama perubahan hidup ialah: penyangkalan. Kita menyangkal bahwa kita iri dengan orang lain. Kita menyangkal bahwa sebenarnya kita marah. Kita menyangkal bahwa sebenarnya kita sangat menginginkan sesuatu. Mengapa tidak mengakuinya saja?

Mengakui bukan berarti membenarkan! Kita mengakui apa yang salah, agar kita bisa mengambil langkah perbaikan.


"Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka." (I Tim 6:9-10)

"Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar. Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama,..." (II Tim 3:1-2)

Hari-hari ini saya sedang melihat aplikasi nyata dari 2 kebenaran di atas. Mereka yang dulu melayani Tuhan dengan tulus & mengasihi kebenaran, sekarang sedang menjauh dari Tuhan & sedang menyembah Mamon. Tuhan hanya alat untuk mencapai tujuan, bukan Raja yang memerintah di hati kita.

Tidak ada jaminan bahwa saya tidak akan terporosok di dalamnya. Saya harus waspada! Menjaga hati saya dari "cinta akan uang"... melayani Tuhan dengan segala ketulusan & kejujuran.

"Bapa, tolong jaga hatiku... untuk tetap mengasihi & melayani-Mu dengan penuh kemurnian."


Memiliki impian bukan hanya memberikan kita sebuah harapan, tetapi juga resiko & tantangan untuk menguji impian tersebut. Sungguh menyakitkan jika kita mengalami impian yang ditertawakan. Tak jarang justru orang-orang terdekat kita yang seringkali melemahkan iman kita dalam perjalanan meraih impian. Menghidupi semua rangkaian kehidupan yang natural adalah jauh lebih mudah dibandingkan harus melangkah di dalam berjalan di dalam dimensi supranaturalnya Allah. Terutama jika kita pernah memiliki kegagalan untuk meraih mujizat yang diharapkan di masa lalu.

Tuhan Yesus mentoleransi kegagalan kita sebagai sebuah proses belajar. Dia mengampuni kesalahan kita karena Ia sangat memahami keterbatasan kita. Tapi masalahnya orang lain belum tentu memahami kegagalan & kesalahan yang kita lakukan. Bahkan terkadang apa yang menurut manusia merupakan kegagalan, dapat merupakan kesuksesan di mata Allah. Ukuran sukses Allah tentu tidak sama dengan ukuran manusia. Allah melihat penampilan, Allah melihat hati. Manusia melihat hasil, sedangkan Allah melihat proses bagaimana kita diubahkan menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya.

Kita tidak selalu dapat menghindari rasa sakit akibat ejekan terhadap mimpi-mimpi kita. Coba saja perhatikan Yusuf yang diejek bahkan dibenci oleh kakak-kakaknya hanya karena ia menceritakan mimpi yang ia terima dari Tuhan. Yusuf disalahpahami. Lebih daripada itu, Yusuf dibenci karena mempunyai mimpi. Namun, siapakah yang dapat membatalkan mimpi yang telah diberikan Allah. Manusia mereka-rekakan yang jahat, namun Allah mengubah semuanya guna mendatangkan kebaikan.

Yusuf memilki pilihan untuk kecewa & sakit hati. Sindiran orang terdekat kita lebih menyakitkan daripada irisan pisau yang melukai jari kita. Bahkan bertahun-tahun pun bekasnya bisa tidak hilang jika kita tidak mengampuni. Seandainya Yusuf tidak hidup di dalam kuasa pengampunan Allah, ia pasti telah hilang kepekaan. Kepekaan rohani yang membuatnya Allah dapat bekerja dengan memberikan arti mimpi bagi Firaun. Dengan kepekaan rohaninya, Yusuf menangkap peluang yang ada di hadapannya. Menjadi orang nomor 2 di negeri Mesir setelah Firaun. Dipakai Allah untuk memelihara bangsanya & keluarga ayahnya dari bencana kelaparan yang melanda seluruh bumi.

Kegagalan & kesalahan seharusnya tidak membuat kita berhenti untuk berharap. Jangan hanya main aman! Putuskan untuk mengambil resiko, mempercayai Allah! Melangkah di dalam iman... keluar dari perahu... berjalan di atas air... walaupun sesekali tenggelam karena kurang percaya... Paling tidak kita telah membuat keputusan, untuk mempercayai & mengalami Dia... sambil mencari kesempatan lain untuk kembali melangkah ke luar dari perahu & mencoba kembali untuk berjalan di atas air.

Apa yang paling buruk dari kegagalan? Dipermalukan!
Apa yang paling baik dari mimpi yang tergenapi? Sukacita menyaksikan perbuatan Tuhan di hidupku!

- A dream gives you passion -

Jumat, 02 Desember 2011

Secara tidak sengaja, siang ini saya bertemu dengan seorang teman lama di sebuah mall. Saya mengenal dia sebagai pribadi yang rendah hati, kalem, bersahaja, nggak neko-neko. Lama kami tidak bertemu. Beberapa tahun ini kami pertama bertemu sesekali dalam beberapa acara rohani. Tampangnya masih sama persis! Hampir tidak ada yang berubah sama sekali. Itu sebabnya saya sangat mudah mengenalinya.

Sebenarnya saya tidak terlalu dekat dengan teman saya ini. Kami pernah berjemaat & berkomunitas di gereja yang sama. Sampai akhirnya dia memiliki pelayanan sendiri, begitu juga saya. Saat ini dia telah bergabung dalam sebuah pelayanan yang dipimpin oleh seorang hamba Tuhan yang luar biasa. Saya pernah mengikuti ibadah yang diadakan oleh hamba Tuhan tersebut, & sangat diberkati oleh khotbah-khotbahnya.

Tapi mengapa dalam beberapa perjumpaan terakhir dengan teman saya ini, saya merasakan ada yang berbeda. Bukan tampangnya. Bukan pula penampilannya. Tetapi sikapnya. Saya yakin dia pasti mengalami banyak hal yang dahsyat bersama dengan Allah di bawah kepemimpinan hamba Tuhan yang luar biasa ini. Dan sepertinya dia juga memiliki pelayanan yang lebih "ber-impact." Tapi ada sesuatu yang saya rasakan hilang dari dirinya. Sesuatu yang dulu saya pikir hal tersebut merupakan keunggulan dalam dirinya, yaitu: kerendahan hati. Mati-matian saya berusaha, sepertinya sulit untuk saya dapat mecapai kerendahan hati seperti teman saya ini. Pertemuan kami siang ini benar-benar mengejutkan saya. Sikap & perkataan yang keluar dari dirinya sama sekali tidak menggambarkannya sebagai pribadi yang saya kenal dengan kerendahan hatinya.

Kami tidak sempat ngobrol panjang. Hanya saling menyapa & saling menanyakan kabar tidak lebih dari 5 menit. Namun, tatapan matanya, cara bicaranya, bahasa tubuhnya... semoga saja saya salah... Tapi bagaimana jika benar?

Malam ini saya memutuskan untuk berdoa bagi teman saya ini. Saya percaya bahwa Allah telah mempercayakan dia pelayanan yang luar biasa. Dan juga memiliki bapa rohani yang dipakai Tuhan luar biasa. Jika hari ini Tuhan mengizinkan saya mengenali hilangnya kerendahan hati dalam dirinya, saya tetap tidak dipanggil untuk menghakiminya. Saya tahu, bahwa saya pun perlu banyak bergumul di dalam zona kerendahan hati. Ketika saya menyadari bahwa hati saya terganggu dengan pertemuan singkat dengannya siang ini, bagi saya ini merupakan sebuah panggilan untuk mendoakannya.

Berapa sering kita menjumpai kesalahan orang lain & menghakiminya? Menjadikannya buah bibir untuk diperbincangkan tanpa ada solusi yang berarti. Saya percaya ketika Allah mengizinkan kesalahan atau kelemahan orang lain tersingkap di hadapan kita, hal itu merupakan sebuah panggilan untuk mendoakannya. Itulah fungsi tubuh. Kekuatan kita harus menutupi kelemahan orang lain, begitu juga sebaliknya.

Di satu sisi saya mendapat pelajaran rohani lain yang tak kalah penting!

Perkenalan kita dengan orang-orang tertentu (entah itu hamba Tuhan yang dipakai Tuhan luar biasa ataukah artis), dapat mengubah sikap hati kita. Dapatkah kita mempertahankan kerendahan hati kita? Ketika Allah memberkati kita dengan pelayanan yang lebih luar biasa, apakah dengan mudah kita kehilangan kerendahan hati. 

Kita harus bertumbuh di dalam kerendahan hati, seiring dengan promosi yang kita terima dari Tuhan.

"Maka janganlah kaukatakan dalam hatimu: Kekuasaanku dan kekuatan tangankulah yang membuat aku memperoleh kekayaan ini. Tetapi haruslah engkau ingat kepada TUHAN, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan, dengan maksud meneguhkan perjanjian yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, seperti sekarang ini." (Ulangan 8:17-18)

Tuhan mau agar kita tetap menjaga hati ketika 2 hal terjadi:
1. Kelemahan orang lain tersingkap di hadapan kita:berdoalah bagi orang tersebut.
2. Kita diberkati dengan hubungan (kenal dengan orang-orang hebat) & mengalami promosi dalam pelayanan atau pekerjaan: terus bertumbuh di dalam kerendahan hati.