Minggu, 03 Mei 2015

WHAT KIND OF A SPIRIT YOU ARE?

Ada kalanya kita merasa segalanya baik-baik saja, tapi sesungguhnya kita sedang kehilangan api. Mungkin kita perlu berhenti sejak untuk melihat ke dalam diri kita, memeriksa dengan jujur segala persiapan kita & mengenali gerak hati kita. Apakah kamu terluka? Mungkin tidak. Apakah ada sesuatu yang mengganjal di hatimu tentang seseorang? Mungkin iya. Ganjalan-ganjalan di hati kita terkadang dapat mencuri api Allah dari hidup kita. Tiba-tiba pelayanan kita tidak seperti biasanya. Api tersebut padam perlahan. Bahkan terkadang kita masih mengira api tersebut masih menyala, ternyata tidak.

Bahkan terkadang api yang menyala di hati kita adalah jenis api yang salah!

Jika kita Lukas 9:55 di dalam Alkitab terjemahan bahasa Indonesia, maka ada satu kalimat yang hilang di ayat tersebut. 

"Akan tetapi Ia berpaling dan menegor mereka."
(Lukas 9:55)

But He turned and rebuked them, [and said, "You do not know what kind of spirit you are of; for the Son of Man did not come to destroy men's lives, but to save them." ] And they went on to another village.
(Luke‬ ‭9‬:‭55-56‬ NASB)

Penting bagi kita untuk selalu memeriksa, spirit (roh) macam apa yang mendasari pelayanan kita? 

Ketika itu, murid-murid sedang di utus pergi ke suatu desa orang Samaria untuk mempersiapkan segala sesuatu bagi-Nya. Murid-murid Yesus sedang melayani Dia, ketika akhirnya mereka melayani masalah. Masalah tersebut mereka tidak bisa melakukan apa yang diperintahkan oleh Tuhan Yesus.

"Tuhan, apakah Engkau mau, supaya kami menyuruh api turun dari langit untuk membinasakan mereka?"

JANGAN BERUSAHA MENYELESAIKAN MASALAH DENGAN SPIRIT YANG SALAH!

Jangan melayani pekerjaan Tuhan dengan spirit yang salah!

Jangan hanya memeriksa pekerjaan pelayanan kita, tetapi periksa juga roh (spirit) apa yang mendasari setiap tindakan kita.

Hari-hari ini kita menemukan banyak pelayanan yang baik, bahkan hebat & luar biasa, namun tidak lahir & mengalir dari spirit yang benar.

ROH YANG TERLUKA
ROH YANG AROGAN
ROH YANG INDEPENDEN
ROH YANG EKLUSIF

Spirit yang salah dapat membuat sesuatu yang rohani berubah menjadi pekerjaan daging.

"Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera. Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya. Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah." (Roma 8:6-8)

Ketika murid-murid hendak menawarkan solusi untuk menyelesaikan masalah dengan spirit yang salah, maka Yesus MENGHARDIK mereka. Menghardik merupakan sebuah kata yang biasanya dikenakan untuk Iblis. Ketika Yesus mengusir roh-roh jahat, maka digunakanlah kata "menghardik." Ketika kita berusaha menyelesaikan sebuah masalah dengan spirit yang salah, maka kita sedang membuka ruang bagi pekerjaan roh-roh jahat. 

Pelayanan yang dilakukan dengan spirit yang salah berpotensi menghancurkan hidup rohani seseorang. Di dalam pelayanan, target kita ialah menyelamatkan, bukan menghancurkan hidup rohani seseorang.

Persiapan-persiapan kita dalam pelayanan, harus melampaui persiapan-persiapan teknis. Banyak orang lebih suka & menghabiskan banyak waktu untuk persiapan-persiapan teknis, daripada persiapan roh. Kita perlu punya persiapan untuk dapat melayani pekerjaan Tuhan dengan spirit yang benar. Kondisi spirit yang salah dapat membawa kita pada arah pelayanan yang salah.

Ada kalanya kita perlu berdiam diri & menenangkan hati agar dapat mempersiapkan spirit yang tepat untuk mengatasi konflik. Melayani Tuhan & berusaha menyelesaikan masalah dengan spirit yang salah, mahal harganya.

Lukas 9:56 mengatakan: Lalu mereka pergi ke desa yang lain.

What??? Yesus mengalah???

Yes! Yesus sedang memberitahu kita bahwa lebih baik mengalah daripada harus memperjuangkan sesuatu namun apa yang kita lakukan sebenarnya lahir dari spirit yang salah.

Meskipun identitas kita ialah umat Yang Lebih Dari Pemenang, nmun dalam banyak kesempatan Tuhan mau kita mengalah. Terkadang "mengalah" membantu kita untuk mempertahankan spirit yang baik. Namun ingat, jangan mengalah dengan bersungut-sungut! Jangan mengalah dalam sebuah konflik, namun kita melakukannya dengan spirit yang salah. Mengalahlah dengan sikap hati yang benar. Mengalah  merupakan ekspresi iman! Kita mempercayai Allah bahwa segala sesuatu tetap berada di dalam kendali Allah, jika kita senantiasa melibatkan Dia di dalam segala perkara.

Jumat, 01 Mei 2015

MEMBERESKAN SIKAP PENGECUT DI DIRI KITA

Suatu kali saya merasakan dorongan Roh Kudus untuk berdoa bagi seseorang. Maksud saya, berdoa langsung untuk seseorang yang bukan Kristen. Pikiran saya menyimpulkan, orang tersebut tidak memiliki masalah yang berarti. Riskan rasanya menawarkan diri untuk berdoa untuknya. Kesempatan berupa waktu yang cukup untuk mengubah keputusan saya telah Allah berikan. Namun yang menahan saya untuk tidak melakukannya ialah: sikap pengecut yang saya miliki.

Setelah kesempatan tersebut pergi, ada penyesalan & rasa bersalah di hati saya. Logika saya telah mengalahkan dorongan Roh Kudus. Rasa bersalah yang saya rasakan membantu saya untuk mengenali sesuatu di dalam diri saya. Sikap pengecut. Itulah yang harus ditaklukkan.

Kita suka jika terlihat berani di mata orang lain. Kita tidak ingin mereka tahu bahwa sebetulnya kita pengecut.

Allah perlu berulang kali menguji hati kita, agar kita dapat membereskan berbagai penghalangi bagi kehidupan yang berbuah. Pagi ini saya sedang membaca sebuah buku yang berjudul Broken For A Purpose yang ditulis oleh Gissela Yohannan. Ada sebuah kutipan menarik yang saya temukan di buku itu.

But why would God want to test anyone if He is  all-knowing, as the Bible says in these and many other Scriptures: 

“For the LORD searches all hearts, and understands every intent of the thoughts” (1 Chronicles 28:9).

 “For He knows the secrets of the heart” (Psalm 44:21).
 “. . . and able to judge the thoughts and intentions of the heart. . . . All things are open and laid bare to the eyes of Him” (Hebrews 4:12–13).

"He did not need any one to bear witness concerning man for He Himself knew what was in  man” (John 2:25). 

According to these verses, God doesn’t need to see the results from my testing. He knows me perfectly without it. So why then would He want to test me? Because He wants me to see the truth about my life as well! The test is not at all for Him. The test is for me, because I don’t know my own heart!

Allah menguji kita bukan karena Ia ingin mengetahui sesuatu tentang diri kita. Ia adalah Allah Yang Maha Tahu. Ia telah mengetahui segala sesuatu yang ada di dalam kita. Allah menguji kita untuk membantu kita mengenali diri kita sendiri. Ada pewahyuan diri (self-revelation) yang hendak ia singkapkan kepada kita. Sebuah langkah bagi perubahan yang menjadi tanggungjawab kita.

Hidup kita setiap hari harus digerakkan oleh sense of urgency. Melakukan kehendak Allah, mengasihi Allah & sesama serta melakukan Amanat Agung melupakan sesuatu yang urgent untuk kita lakukan. Sifat pengecut di dalam diri kita akan menghalangi kita untuk menyelesaikan misi yang Allah berikan.

Sikap pengecut lahir karena kita terlalu mencintai diri kita sendiri. Kita hanya mengejar apa yang baik, apa yang nyaman, aman & menyenangkan bagi kita. Kita menghindar dari resiko yang harus bersedia kita hadapi untuk hidup dalam rencana Allah. Kita takut dengan konflik. Dan berusaha menghindar dari ketidaknyamanan & rusaknya sebuah hubungan, ketika Allah hendak membawa kita untuk mengerjakan misi Kerajaan-Nya.

Kita perlu bertobat dari "sikap pengecut" yang kita miliki. Sikap pengecut yang menandai ketidakmatangan jiwa kita. Sikap pengecut ini perlu disalibkan. Sikap pengecut yang membuat kita sama seperti Simon Petus, hanya pandai bicara tapi tidak melakukan apa yang kita katakan. Simon Petrus menyesali sikap pengecutnya yang membawa dirinya menyangkal Yesus tiga kali. Ia berani hanya ketika situasinya mendukung. Peristiwa Jumat Agung menjadi sebuah pewahyuan diri yang menyingkapkan "sikap pengecut" yang ada di dalam diri Simon. Dan hari itu, Yesus mati bagi disalibkan bagi sikap pengecut Simon, supaya Simon memiliki keberanian untuk hidup & menyelesaikan kehendak Allah.


KETIKA TUHAN MENYINGKAPKAN KETAKUTAN, KEMARAHAN & KELEMAHAN KITA

Kadang kita berusaha membenarkan kemarahan kita... karena memang kita merasa benar. Apa yang membuat kita marah, seringkali menyingkapkan titik-titik kelemahan kita. Biasanya berupa sebuah ketakutan yang harus di atasi, sebelum akhirnya membatasi hidup kita untuk mengerjakan hal-hal yang besar bersama dengan Allah. Beberapa waktu yang lalu saya membaca sebuah buku karangan seorang teolog bernama R.C. Sproul yang berjudul "What Can I Do With My Guilt?" Melalui buku tersebut saya belajar bahwa RASA BERSALAH seharusnya membawa kita pada REAL FORGIVENESS and REAL REPENTANCE. Rasa bersalah tidak selamanya buruk. Iblis dapat menggunakan rasa bersalah untuk menuduh (accuse) kita; namun Roh Kudus dapat menggunakan rasa bersalah untuk menyadarkan & meyakinian kita akan kehendak Allah.

Ketakutan-ketakutan kita seringkali menjadi penyebab dari kemarahan-kemarahan kita. Semakin banyak ketakutan yang kita miliki, sebanyak sering kita marah. Mungkinkah ketika kita menemukan orang yang sering marah, sebenarnya kita juga menemukan orang yang takut. Terkadang (mungkin tidak semua orang), orang yang marah adalah orang yang memiliki ketakutan.

Melalui kemarahan-kemarahan saya, saya belajar mengenali ketakutan-ketakutan saya. Tidak perlu terlalu "mellow" dan hanyut dengan perasaan mengasihani diri.... setiap kali saya merasa gagal, saya belajar memutuskan untuk cepat bangkit. Pekerjaan Allah begitu besar & banyak. Tidak ada waktu untuk mengasihani diri. Orang yang sering mengasihani diri adalah orang yang kalah. Setiap kesalahan yang kita buat harus dengan segera membawa kita ke kaki salib Kristus & menerima kasih karunia-Nya yang menyembuhkan jiwa kita dari rasa bersalah & perasaan tidak layak.

Tidak terlalu sulit untuk mengenali kelemahan-kelemahan saya ketika kemarahan mulai muncul. Yang lebih sulit adalah: menyingkarkan ketakutan mengenai "pandangan orang lain" ketika mereka mengetahui kelemahan saya. Atau lebih tajamnya lagi, bagaimana pandangan orang yang tidak / kurang mengenal saya jika mereka memgetahui titik-titik kelemahan saya. Orang-orang yang telah mengenal kita, biasanya mudah membuat kita merasa aman & nyaman. Namun, orang yang baru mengenal kita... kita baru mulai menentukan dengan reputasi seperti apa kita akan dikenal. Reputasi seseorang mudah melekat dalam diri seseorang. Bahkan secara umum, reputasi yang buruk lebih sulit disingkirkan daripada reputasi yang baik. Reputasi yang terbentuk dalam benak seseorang tentang kita, biasanya akan menjadi semacam kacamata yang akan digunakan untuk menilai kita.

Beberapa waktu terakhir ini, saya menyadari bahwa penilaian yang saya buat mengenai orang lain seringkali tidak akurat. Hal tersebut bukan saja membuat saya merasa malu, tapi tiba-tiba saja saya menyadari potensi bahaya yang dapat ditimbulkannya. Salah satu kemampuan penting yang harus dimiliki oleh setiap pemimpin ialah: kemampuan untuk menilai orang lain dengan benar. Penilaian-penilaian yang kita buat akan menetukan keputusan, pilihan & sikap kita terhadap seseorang. Kadang saya menyesal, mendapati diri saya salah membuat penilaian terhadap orang lain. Bahkan sebagian besar masalah yang harus saya hadapi seringkali merupakan hasil dari penilaian yang salah.

Saya kembali belajar dari NOL. Seperti anak kecil, saya seperti baru mulai belajar melihat dunia. Dunia kepemimpinan. Dunia pelayanan. Dunia hubungan dan jejaring. Saya belajar menilai orang-orang di sekitar saya dengan kacamata yang baru, yaitu: kacamata kehendak Allah. Apaa kehendak Allah atas orang itu? Pertanyaan ini jadi sering saya utarakan kepada diri saya sendiri. Kacamata kehendak Allah membantu saya membuang berbagai penghakiman, dan mulai menjadikan saya pendoa bagi orang-orang di sekitar saya.

Jonathan Pattiasina mengatakan bahwa salah satu tanda MANUSIA BARU ialah: menilai dengan kacamata yang baru. Menilai menurut ukuran Allah kata rasul Paulus.

"Sebab itu kami tidak lagi menilai seorang jugapun menurut ukuran manusia. 
Dan jika kami pernah menilai Kristus menurut ukuran manusia, sekarang kami tidak lagi menilai-Nya demikian."
(2 Korintus 5:16)

Seringkali ketakutan & kemarahan yang kita alami, terjadi karena kita menilai segala sesuatu menurut ukuran manusia, bukan menurut ukuran Allah. Setelah kemarahan saya reda, yang tersisa ialah rasa bersalah. Kembali saya harus menggerakkan hati saya untuk datang ke salib Tuhan & kembali mengalami kasih karunia-Nya yang berlimpah atas berbagai kebodohan dalam penilaian yang saya buat.

Sebagai seorang pemimpin rohani, saya rindu untuk terus diperbaiki oleh Allah. Saya ingin hidup sebagai MANUSIA BARU yang menilai segala sesuatu menurut ukuran Allah. Saya ingin orang-orang di sekitar saya tidak takut terhadap penilaian-penilaian yangsaya buat tentang diri mereka, sekeras apa pun pesan yang saya khotbahkan. Pesan yang keras lahir karena komitmen terhadap sebuah misi untuk memanifestasikan Kristus untuk menghancurkan setiap pekerjaan-pekerjaan Iblis yang dibangun di sekitar saya; dengan tetap memiliki hati  Tuhan yang lemah lembut yang bebas dari segala prasangka, asumsi, atau ketidaksukaan untuk menilai segala sesuatu menurut ukuran Kristus. Saya hanya tidak ingin prnilaian-penilaian saya menghalangi saya untuk hidup menggenapi rencana Allah. Saya hanya tidak ingin penilaian-penilaian saya memberikan sumbangsih bagi Iblis untuk mendaratkan rencanaNya. Saya tidak ingin penilaian-penilaian saya menghalangi saya menjadi seorang prajurit yang berkenan kepada Komandannya. Saya hanya tidak ingin penilaian yang saya buat justru menghalangi orang lain untuk hidup di dalam rencana Allah.

Minggu, 03 Mei 2015

Ada kalanya kita merasa segalanya baik-baik saja, tapi sesungguhnya kita sedang kehilangan api. Mungkin kita perlu berhenti sejak untuk melihat ke dalam diri kita, memeriksa dengan jujur segala persiapan kita & mengenali gerak hati kita. Apakah kamu terluka? Mungkin tidak. Apakah ada sesuatu yang mengganjal di hatimu tentang seseorang? Mungkin iya. Ganjalan-ganjalan di hati kita terkadang dapat mencuri api Allah dari hidup kita. Tiba-tiba pelayanan kita tidak seperti biasanya. Api tersebut padam perlahan. Bahkan terkadang kita masih mengira api tersebut masih menyala, ternyata tidak.


Bahkan terkadang api yang menyala di hati kita adalah jenis api yang salah!

Jika kita Lukas 9:55 di dalam Alkitab terjemahan bahasa Indonesia, maka ada satu kalimat yang hilang di ayat tersebut. 

"Akan tetapi Ia berpaling dan menegor mereka."
(Lukas 9:55)

But He turned and rebuked them, [and said, "You do not know what kind of spirit you are of; for the Son of Man did not come to destroy men's lives, but to save them." ] And they went on to another village.
(Luke‬ ‭9‬:‭55-56‬ NASB)

Penting bagi kita untuk selalu memeriksa, spirit (roh) macam apa yang mendasari pelayanan kita? 

Ketika itu, murid-murid sedang di utus pergi ke suatu desa orang Samaria untuk mempersiapkan segala sesuatu bagi-Nya. Murid-murid Yesus sedang melayani Dia, ketika akhirnya mereka melayani masalah. Masalah tersebut mereka tidak bisa melakukan apa yang diperintahkan oleh Tuhan Yesus.

"Tuhan, apakah Engkau mau, supaya kami menyuruh api turun dari langit untuk membinasakan mereka?"

JANGAN BERUSAHA MENYELESAIKAN MASALAH DENGAN SPIRIT YANG SALAH!

Jangan melayani pekerjaan Tuhan dengan spirit yang salah!

Jangan hanya memeriksa pekerjaan pelayanan kita, tetapi periksa juga roh (spirit) apa yang mendasari setiap tindakan kita.

Hari-hari ini kita menemukan banyak pelayanan yang baik, bahkan hebat & luar biasa, namun tidak lahir & mengalir dari spirit yang benar.

ROH YANG TERLUKA
ROH YANG AROGAN
ROH YANG INDEPENDEN
ROH YANG EKLUSIF

Spirit yang salah dapat membuat sesuatu yang rohani berubah menjadi pekerjaan daging.

"Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera. Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya. Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah." (Roma 8:6-8)

Ketika murid-murid hendak menawarkan solusi untuk menyelesaikan masalah dengan spirit yang salah, maka Yesus MENGHARDIK mereka. Menghardik merupakan sebuah kata yang biasanya dikenakan untuk Iblis. Ketika Yesus mengusir roh-roh jahat, maka digunakanlah kata "menghardik." Ketika kita berusaha menyelesaikan sebuah masalah dengan spirit yang salah, maka kita sedang membuka ruang bagi pekerjaan roh-roh jahat. 

Pelayanan yang dilakukan dengan spirit yang salah berpotensi menghancurkan hidup rohani seseorang. Di dalam pelayanan, target kita ialah menyelamatkan, bukan menghancurkan hidup rohani seseorang.

Persiapan-persiapan kita dalam pelayanan, harus melampaui persiapan-persiapan teknis. Banyak orang lebih suka & menghabiskan banyak waktu untuk persiapan-persiapan teknis, daripada persiapan roh. Kita perlu punya persiapan untuk dapat melayani pekerjaan Tuhan dengan spirit yang benar. Kondisi spirit yang salah dapat membawa kita pada arah pelayanan yang salah.

Ada kalanya kita perlu berdiam diri & menenangkan hati agar dapat mempersiapkan spirit yang tepat untuk mengatasi konflik. Melayani Tuhan & berusaha menyelesaikan masalah dengan spirit yang salah, mahal harganya.

Lukas 9:56 mengatakan: Lalu mereka pergi ke desa yang lain.

What??? Yesus mengalah???

Yes! Yesus sedang memberitahu kita bahwa lebih baik mengalah daripada harus memperjuangkan sesuatu namun apa yang kita lakukan sebenarnya lahir dari spirit yang salah.

Meskipun identitas kita ialah umat Yang Lebih Dari Pemenang, nmun dalam banyak kesempatan Tuhan mau kita mengalah. Terkadang "mengalah" membantu kita untuk mempertahankan spirit yang baik. Namun ingat, jangan mengalah dengan bersungut-sungut! Jangan mengalah dalam sebuah konflik, namun kita melakukannya dengan spirit yang salah. Mengalahlah dengan sikap hati yang benar. Mengalah  merupakan ekspresi iman! Kita mempercayai Allah bahwa segala sesuatu tetap berada di dalam kendali Allah, jika kita senantiasa melibatkan Dia di dalam segala perkara.

Jumat, 01 Mei 2015

Suatu kali saya merasakan dorongan Roh Kudus untuk berdoa bagi seseorang. Maksud saya, berdoa langsung untuk seseorang yang bukan Kristen. Pikiran saya menyimpulkan, orang tersebut tidak memiliki masalah yang berarti. Riskan rasanya menawarkan diri untuk berdoa untuknya. Kesempatan berupa waktu yang cukup untuk mengubah keputusan saya telah Allah berikan. Namun yang menahan saya untuk tidak melakukannya ialah: sikap pengecut yang saya miliki.


Setelah kesempatan tersebut pergi, ada penyesalan & rasa bersalah di hati saya. Logika saya telah mengalahkan dorongan Roh Kudus. Rasa bersalah yang saya rasakan membantu saya untuk mengenali sesuatu di dalam diri saya. Sikap pengecut. Itulah yang harus ditaklukkan.

Kita suka jika terlihat berani di mata orang lain. Kita tidak ingin mereka tahu bahwa sebetulnya kita pengecut.

Allah perlu berulang kali menguji hati kita, agar kita dapat membereskan berbagai penghalangi bagi kehidupan yang berbuah. Pagi ini saya sedang membaca sebuah buku yang berjudul Broken For A Purpose yang ditulis oleh Gissela Yohannan. Ada sebuah kutipan menarik yang saya temukan di buku itu.

But why would God want to test anyone if He is  all-knowing, as the Bible says in these and many other Scriptures: 

“For the LORD searches all hearts, and understands every intent of the thoughts” (1 Chronicles 28:9).

 “For He knows the secrets of the heart” (Psalm 44:21).
 “. . . and able to judge the thoughts and intentions of the heart. . . . All things are open and laid bare to the eyes of Him” (Hebrews 4:12–13).

"He did not need any one to bear witness concerning man for He Himself knew what was in  man” (John 2:25). 

According to these verses, God doesn’t need to see the results from my testing. He knows me perfectly without it. So why then would He want to test me? Because He wants me to see the truth about my life as well! The test is not at all for Him. The test is for me, because I don’t know my own heart!

Allah menguji kita bukan karena Ia ingin mengetahui sesuatu tentang diri kita. Ia adalah Allah Yang Maha Tahu. Ia telah mengetahui segala sesuatu yang ada di dalam kita. Allah menguji kita untuk membantu kita mengenali diri kita sendiri. Ada pewahyuan diri (self-revelation) yang hendak ia singkapkan kepada kita. Sebuah langkah bagi perubahan yang menjadi tanggungjawab kita.

Hidup kita setiap hari harus digerakkan oleh sense of urgency. Melakukan kehendak Allah, mengasihi Allah & sesama serta melakukan Amanat Agung melupakan sesuatu yang urgent untuk kita lakukan. Sifat pengecut di dalam diri kita akan menghalangi kita untuk menyelesaikan misi yang Allah berikan.

Sikap pengecut lahir karena kita terlalu mencintai diri kita sendiri. Kita hanya mengejar apa yang baik, apa yang nyaman, aman & menyenangkan bagi kita. Kita menghindar dari resiko yang harus bersedia kita hadapi untuk hidup dalam rencana Allah. Kita takut dengan konflik. Dan berusaha menghindar dari ketidaknyamanan & rusaknya sebuah hubungan, ketika Allah hendak membawa kita untuk mengerjakan misi Kerajaan-Nya.

Kita perlu bertobat dari "sikap pengecut" yang kita miliki. Sikap pengecut yang menandai ketidakmatangan jiwa kita. Sikap pengecut ini perlu disalibkan. Sikap pengecut yang membuat kita sama seperti Simon Petus, hanya pandai bicara tapi tidak melakukan apa yang kita katakan. Simon Petrus menyesali sikap pengecutnya yang membawa dirinya menyangkal Yesus tiga kali. Ia berani hanya ketika situasinya mendukung. Peristiwa Jumat Agung menjadi sebuah pewahyuan diri yang menyingkapkan "sikap pengecut" yang ada di dalam diri Simon. Dan hari itu, Yesus mati bagi disalibkan bagi sikap pengecut Simon, supaya Simon memiliki keberanian untuk hidup & menyelesaikan kehendak Allah.


Kadang kita berusaha membenarkan kemarahan kita... karena memang kita merasa benar. Apa yang membuat kita marah, seringkali menyingkapkan titik-titik kelemahan kita. Biasanya berupa sebuah ketakutan yang harus di atasi, sebelum akhirnya membatasi hidup kita untuk mengerjakan hal-hal yang besar bersama dengan Allah. Beberapa waktu yang lalu saya membaca sebuah buku karangan seorang teolog bernama R.C. Sproul yang berjudul "What Can I Do With My Guilt?" Melalui buku tersebut saya belajar bahwa RASA BERSALAH seharusnya membawa kita pada REAL FORGIVENESS and REAL REPENTANCE. Rasa bersalah tidak selamanya buruk. Iblis dapat menggunakan rasa bersalah untuk menuduh (accuse) kita; namun Roh Kudus dapat menggunakan rasa bersalah untuk menyadarkan & meyakinian kita akan kehendak Allah.


Ketakutan-ketakutan kita seringkali menjadi penyebab dari kemarahan-kemarahan kita. Semakin banyak ketakutan yang kita miliki, sebanyak sering kita marah. Mungkinkah ketika kita menemukan orang yang sering marah, sebenarnya kita juga menemukan orang yang takut. Terkadang (mungkin tidak semua orang), orang yang marah adalah orang yang memiliki ketakutan.

Melalui kemarahan-kemarahan saya, saya belajar mengenali ketakutan-ketakutan saya. Tidak perlu terlalu "mellow" dan hanyut dengan perasaan mengasihani diri.... setiap kali saya merasa gagal, saya belajar memutuskan untuk cepat bangkit. Pekerjaan Allah begitu besar & banyak. Tidak ada waktu untuk mengasihani diri. Orang yang sering mengasihani diri adalah orang yang kalah. Setiap kesalahan yang kita buat harus dengan segera membawa kita ke kaki salib Kristus & menerima kasih karunia-Nya yang menyembuhkan jiwa kita dari rasa bersalah & perasaan tidak layak.

Tidak terlalu sulit untuk mengenali kelemahan-kelemahan saya ketika kemarahan mulai muncul. Yang lebih sulit adalah: menyingkarkan ketakutan mengenai "pandangan orang lain" ketika mereka mengetahui kelemahan saya. Atau lebih tajamnya lagi, bagaimana pandangan orang yang tidak / kurang mengenal saya jika mereka memgetahui titik-titik kelemahan saya. Orang-orang yang telah mengenal kita, biasanya mudah membuat kita merasa aman & nyaman. Namun, orang yang baru mengenal kita... kita baru mulai menentukan dengan reputasi seperti apa kita akan dikenal. Reputasi seseorang mudah melekat dalam diri seseorang. Bahkan secara umum, reputasi yang buruk lebih sulit disingkirkan daripada reputasi yang baik. Reputasi yang terbentuk dalam benak seseorang tentang kita, biasanya akan menjadi semacam kacamata yang akan digunakan untuk menilai kita.

Beberapa waktu terakhir ini, saya menyadari bahwa penilaian yang saya buat mengenai orang lain seringkali tidak akurat. Hal tersebut bukan saja membuat saya merasa malu, tapi tiba-tiba saja saya menyadari potensi bahaya yang dapat ditimbulkannya. Salah satu kemampuan penting yang harus dimiliki oleh setiap pemimpin ialah: kemampuan untuk menilai orang lain dengan benar. Penilaian-penilaian yang kita buat akan menetukan keputusan, pilihan & sikap kita terhadap seseorang. Kadang saya menyesal, mendapati diri saya salah membuat penilaian terhadap orang lain. Bahkan sebagian besar masalah yang harus saya hadapi seringkali merupakan hasil dari penilaian yang salah.

Saya kembali belajar dari NOL. Seperti anak kecil, saya seperti baru mulai belajar melihat dunia. Dunia kepemimpinan. Dunia pelayanan. Dunia hubungan dan jejaring. Saya belajar menilai orang-orang di sekitar saya dengan kacamata yang baru, yaitu: kacamata kehendak Allah. Apaa kehendak Allah atas orang itu? Pertanyaan ini jadi sering saya utarakan kepada diri saya sendiri. Kacamata kehendak Allah membantu saya membuang berbagai penghakiman, dan mulai menjadikan saya pendoa bagi orang-orang di sekitar saya.

Jonathan Pattiasina mengatakan bahwa salah satu tanda MANUSIA BARU ialah: menilai dengan kacamata yang baru. Menilai menurut ukuran Allah kata rasul Paulus.

"Sebab itu kami tidak lagi menilai seorang jugapun menurut ukuran manusia. 
Dan jika kami pernah menilai Kristus menurut ukuran manusia, sekarang kami tidak lagi menilai-Nya demikian."
(2 Korintus 5:16)

Seringkali ketakutan & kemarahan yang kita alami, terjadi karena kita menilai segala sesuatu menurut ukuran manusia, bukan menurut ukuran Allah. Setelah kemarahan saya reda, yang tersisa ialah rasa bersalah. Kembali saya harus menggerakkan hati saya untuk datang ke salib Tuhan & kembali mengalami kasih karunia-Nya yang berlimpah atas berbagai kebodohan dalam penilaian yang saya buat.

Sebagai seorang pemimpin rohani, saya rindu untuk terus diperbaiki oleh Allah. Saya ingin hidup sebagai MANUSIA BARU yang menilai segala sesuatu menurut ukuran Allah. Saya ingin orang-orang di sekitar saya tidak takut terhadap penilaian-penilaian yangsaya buat tentang diri mereka, sekeras apa pun pesan yang saya khotbahkan. Pesan yang keras lahir karena komitmen terhadap sebuah misi untuk memanifestasikan Kristus untuk menghancurkan setiap pekerjaan-pekerjaan Iblis yang dibangun di sekitar saya; dengan tetap memiliki hati  Tuhan yang lemah lembut yang bebas dari segala prasangka, asumsi, atau ketidaksukaan untuk menilai segala sesuatu menurut ukuran Kristus. Saya hanya tidak ingin prnilaian-penilaian saya menghalangi saya untuk hidup menggenapi rencana Allah. Saya hanya tidak ingin penilaian-penilaian saya memberikan sumbangsih bagi Iblis untuk mendaratkan rencanaNya. Saya tidak ingin penilaian-penilaian saya menghalangi saya menjadi seorang prajurit yang berkenan kepada Komandannya. Saya hanya tidak ingin penilaian yang saya buat justru menghalangi orang lain untuk hidup di dalam rencana Allah.