Letih! Tangki emosional saya terkuras habis. Perasaan kesepian menyergap. Saya merasa seperti Elia yang sembunyi di gua. Tidak tahu apa penyebabnya munculnya perasaan ini. Bohong rasanya kalo saya bilang bahwa saya tidak pernah lelah dengan "penggembalaan." Kadang saya mendapati diri saya sendirian & kesepian. Berada di tengah-tengah kebingungan & kehilangan arah.

Sebagai seorang pemimpin & bapa di dalam komunitas, saya menjadi penentu arah & kondisi komunitas. Kami seperti sekumpulan pasukan yang sedang tersesat di hutan, kehilangan arah, capek & lapar. Kami tahu bahwa kami baru saja berhadapan dengan musuh & melewatkan pertempuran yang tidak begitu buruk. Namun sekarang apa lagi...

Pasukan seperti kehilangan gairah. Mereka menunggu. Seperti yang saya duga, mereka menunggu saya. Saya pernah menemukan kebenaran ini ketika melayani sebuah Camp anak muda di Salatiga: "Ada 2 alasan mengapa kita sulit untuk bangkit: 1. Karena kita terlalu terluka atau 2. karena kita terlalu nyaman." Tapi bagaimana jika seandainya kita berada di antara keduanya. Di antara terluka & nyaman.

I Raja-raja  19:9 
Di sana masuklah ia ke dalam sebuah gua dan bermalam di situ. Maka firman TUHAN datang kepadanya, demikian: "Apakah kerjamu di sini, hai Elia?"

Ketika kita kehilangan roh yang menyala-nyala, kita nyaris tidak mampu lagi untuk melayani Tuhan. Tidak seorang pun mampu melayani Allah dengan kekuatan daging. Untuk melayani Dia & hidup berkenan kepada-Nya, kita harus hidup di dalam roh. Kita harus dipimpin oleh Roh Kudus.

Tindakan mengisolasi diri dapat memadamkan api & gairah rohani yang kita miliki. Hidup berkomunitas bukan sekedar "status," melainkan "terlibat." Mereka yang tidak terlibat, jarang mendapat manfaat. Keterlibatan merupakan bukti dari komitmen. Sepertinya kata "komitmen" telah luntur maknanya. Kita sedang hidup di tengah-tengah generasi yang "terluka" dengan kata "komitmen." Komitmen dilanggar oleh para suami, isteri, atasan, karyawan, pemimpin rohani, presiden, politikus dll.

Kita harus mengembalikan kekuatan kata "komitmen" sesuai dengan bagaimana Allah menggunakannya. Allah berkomitmen terhadap kita, itu sebabnya Ia menyerahkan nyawa-Nya. Mereka yang betul-betul berkomitmen akan bersedia berkorban.

Tanpa kekuatan komitmen, sebuah gereja tidak dapat dibangun & berkembang. Tidak ada pertumbuhan gereja tanpa passion and commitment. Passionate terhadap hal-hal yang salah & berkomitmen kepada hal-hal yang salah... sepertinya kita kurang serius untuk belajar dari Tuhan untuk mengenali perbedaan antara hal-hal yang benar & hal-hal yang salah. Kita terlalu sibuk dengan diri sendiri sehingga proses pembelajaran tidak terlalu berdampak pada "jiwa" kita. Indera kita yang beroperasi di luar kendali Roh Kudus masih memimpin hidup kita, bukan roh yang ada di dalam kita.
Saat kita membutuhkan passion, kita perlu naik ke atas mezbah. Dengan segala penyerahan diri kita harus mengizinkan Allah menurunkan api-Nya untuk "membakar" hati kita. Terlalu sering "api asing" yang menggerakkan kita untuk hidup & melayani Tuhan. Itu sebabnya yang lahir ialah buah daging.

Ada saat di mana kita dapat dengan mudah menaikkan doa-doa yang penuh terobosan. Namun ada kalanya kita perlu "memaksakan diri" untuk masuk ke dalam terobosan. Mempercayai kekuatan Roh berarti menolak untuk memanjakan daging kita. "Menyangkal diri" itulah inti "pemuridan." Kita ingin pelajaran rohani tanpa penyangkalan diri. Yang kita terima hanyalah "hikmat dunia." Tidak ada pewahyuan Allah tanpa penyangkalan diri. Allah tidak akan mengubah standard-Nya. Kita tidak akan berhasil menghidupi standard Allah tanpa hidup di dalam DIA.

Teruskan perjuangan... Alami terobosan...
Melekatlah pada Pokok Anggur, karena DIALAH sumbermu!


Roma 12:11 
Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan.