Jika kesempurnaan merupakan prasyarat untuk menjadi seorang pemimpin rohani, maka tidak akan ada orang yang memenuhi syarat. Rohani berbeda dengan Agamawi. Rohani berarti: dikuasai / dikendalikan oleh Roh Kudus.

Salah satu hal paling sulit yang menjadi tantangan hidup berkomunitas ialah menerima & memahami ketidaksempurnaan pemimpin. Ketidaksempurnaan seringkali menjadi sumber kekecewaan & perpecahan dalam jemaat. Sejak pertama kali mengemban tugas, para pemmpin rohani seringkali menerima beban psikologis yang begitu berat berupa penilaian jemaat. Gerak-gerik pemimpin rohani diawasi. Tidak heran jika ada pemimpin-pemimpin rohani yang terpaksa menutup account facebook-nya, untuk melindungi diri dari pandangan-pandangan negatif yang ditujukan orang-orang akibat ketidaksempurnaannya.

Diawal pelayanan saya sebagai seorang yang masih sangat muda, saya sering mengeluh tentang ketidaksempurnaan para pemimpin rohani yang saya tahu. Berita-berita ketidaksempurnaan mereka begitu mudah menyulut amarah saya untuk mulai mengadili mereka dalam beberapa percakapan dengan orang-orang tertentu.

TUHAN membawa perjalanan saya begitu jauh sehingga saya menjadi salah seorang yang menerima tanggungjawab sebagai seorang pemimpin rohani yang memimpin sebuah gereja lokal. Gereja komunitas tidak memberi tempat untuk kita sembunyi. Dalam hubungan jarak dekat, berbagai kelemahan saya dengan sangat mudah diketahui oleh orang lain. Mereka adalah orang-orang yang saya pimpin. Beberapa berusia lebih tua dari saya. Beberapa telah menjadi teman di masa sekolah. Kadang saya berpikir, alangkah sulitnya bagi mereka untuk mengakui saya sebagai "pemimpin rohani" mereka. Sepertinya lebih mudah bagi mereka menemukan seorang pemimpin yang memiliki nama besar, lebih hebat, lebih berkarisma & memiliki kemampuan yang sudah diakui oleh banyak pemimpin lainnya.

Merenungkan hal ini membuat saya tidak berhenti mengucapsyukur untuk sekumpulan orang yang selalu saya temui setiap minggu. Orang-orang menyebut mereka "jemaat." Saya lebih suka menyebut mereka "keluarga." Penerimaan mereka di tahun-tahun kepemimpinan saya yang penuh dengan ketidaksempurnaan, itulah yang mendewasakan saya.

Setiap hari saya belajar dengan keras, membaca buku, mengikuti pelatihan dan pemuridan/mentoring, mendengarkan CD atau DVD khotbah, untuk menjaga kepercayaan yang telah diberikan kepada saya untuk memimpin orang-orang penting tersebut. Sebelum kita menganggap penting orang-orang yang kita pimpin, kita tidak akan dapat berjalan lebih jauh bersama dengan mereka.

Tahun-tahun perjalanan kepemimpinan yang saya lalui, lebih banyak menyingkapkan kelemahan saya daripada menunjukkan kehebatan saya. Apa yang berat dari proses pembentukan seorang pemimpin rohani bukanlah ketika mereka harus mempersiapkan & membagikan 6 buah khtbah dalam 2 hari, melainkan bagaimana mereka bisa mengakui & menerima ketidaksempurnaan mereka serta terus berjalan maju untuk menikmati anugerah Allah yang sempurna.

Mata yang diubahkan oleh kasih karunia akan mengubah cara kita memandang ketidaksempurnaan. Ketidaksempurnaan kita bukankah sebuah ancaman, melainkan alat pengucapansyukur. Kesadaran akan ketidaksempurnaan kita akan menjaga hati kita tetap waspada dari "Lucifer syndrome" & sikap membenarkan diri yang dimiliki oleh orang-orang Farisi pada zaman Yesus.

Kita tidak boleh kehilangan kesempatan untuk menikmati anugerah Allah hanya karena terlalu terpukul oleh ketidaksempurnaan kita. Ketidaksempurnaan kita merupakan "panggung" (stage) untuk Allah melakukan "performance." Ia hendak meyakinkan kepada siapapun yang kita pimpin, jika Allah sanggup mengubahkan kita, Allah yang sama juga sanggup mengubahkan mereka.