Kata "surrender" paling sulit dipahami di saat-saat krisis. Kita tidak suka saat di mana kita tidak memiliki kendali ketika saat-saat sulit terjadi di hidup kita. Pengalaman penuh penyerahan diri bisa menjadi pengalaman paling menyakitkan secara emosional. Kita berada posisi direndahkan tanpa kemampuan membela diri.


Saat di mana kita berhasil lolos dari sebuah krisis, bisa menjauhkan kita dari "penyerahan diri." Pengalaman rohani dapat menjadi pengalaman traumatis di mana kita tidak ingin kembali lagi ke sana. Kita betul-betuk tidak suka dalam keadaan kalah, tidak berdaya, tidak punya pilihan, tidak memiliki kendali dan kemampuan untuk membela diri (atau bahkan melindungi orang-orang yang kita cintai).

Penyerahan diri merupakan prinsip ilahi yang memliki nilai kekal. Allah tidak pernah mengubah prinsip-prinsip Kerajaan Allah yang bersifat kekal. Teladan Anak Domba ada pada kata "penyerahan diri." Pertukaran terjadi ketika kita menyerahkan kendali kita dan hidup dalam kendali Allah.

Ada kalanya saya merasa Allah begitu "ngotot" dan memaksa saya untuk berserah. Kadang kita merasa begitu takut "dizolimi" oleh Allah. Walaupun Allah Yang Maha Kudus "tidak memiliki kemampuan" untuk berbuat curang kepada kita. Kekudusan Allah membuat Allah dapat dipercaya. Motif dan tujuan Allah dalam setiap tindakanNya kepada kita, selalu dimotivasi oleh kemahatahuan dan kasihNya yang begitu besar.

Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki."
(Yohanes 21:18)

Penyerahan diri kita menggambarkan tingkat kedewasaan rohani kita. Kita tidak dapat mengalami kedewasaan tanpa penyerahan diri, kita tidak dapat hidup dalam penyerahan diri tanpa kedewasaan.

Saya pernah mendengar seorang hamba Tuhan yang berkata: "Tidak ada istirahat tanpa penyerahan diri." Penyerahan diri bukan berarti bersikap pasif, melainkan secara aktif mencari tahu kehendak Tuhan.

Dibutuhkan keberanian untuk hidup dalam penyerahan diri kepada Tuhan.