7 January 2012, untuk kedua kalinya saya memberkati pasangan yang menikah. Kali ini pasangan begitu spesial. Ia anak rohani saya. Perkenalan kami sudah hampir 12 tahun. Tuhan mengizinkan saya terlibat dalam berbagai keputusan penting dalam hidupnya & menyaksikan kasih setia Tuhan yang begitu hebat dalam setiap kesempatan. Tuhan tidak pernah menyerah menghadapi setiap kegagalan & kesalahannya. Dalam keberhasilan yang paling menggembirakan, hingga kegagalan yang paling memalukan, Ia selalu ada bersama-sama dengan kita.

Saya senang dia menemukan pasangan yang sepadan. Sesi-sesi konseling pra-nikah kami lalui tahap demi tahap, hingga saat yang dinanti pun tiba.

Saya tiba di Hotel Padma Bandung dengan kondisi tubuh yang kurang baik akibat kurang istirahat selama 3 hari. Belum lagi saya tidak cukup siap dengan pesan yang harus saya khotbahkan di ibadah pemberkatan nikah keesokan sorenya.

Dalam melayani pekerjaan Tuhan, saya belajar untuk tidak menganggap remeh setiap kesempatan untuk melayani Dia. Mentalitas menganggap remeh menyebabkan seseorang tidak siap & tidak memberi yang terbaik. Akibatnya adalah penyesalan. Banyak penyesalan yang telah saya alami di dalam hal berkhotbah, yang disebabkan oleh mentalitas ini: khotbah yang terdengar asal-asalan & tidak siap. Berbagai tanggapan yang kurang menyenangkan menjadi salah satu konsekuensinya. Saya tahu itu bukan salah siapa-siapa, itu salah saya & saya harus berubah.

Menjelang pemberkatan nikah anak rohani saya, pikiran saya tidak tenang. Selain kondisi badan yang kurang sehat, saya juga sedang memikirkan suatu masalah yang sedang terjadi di dalam jemaat. Saya betul-betul merasa "stuck." Tidak bisa berpikir. Bahkan saya kesulitan membaca Firman Tuhan karena susahnya berkonsntrasi akibat kurang istirahat & kepala cenat-cenut karena masuk angin. Malam itu saya berusaha keras menyelesaikan komitmen harian saya membaca 9 pasal ayat Alkitab (5 Perjanjian Lama & 4 Perjanjian Baru). Sungguh suatu perjuangan yang luar biasa.

Secara ajaib Tuhan membantu saya mempersiapkan pesan pemberkatan nikah sekitar 1 jam menjelang pemberkatan nikah di mulai. Saya begitu bersemangat sore itu. Pemberkatan Nikah yang seharusnya dilakukan outdoor, berubah menjadi indoor karena hujan turun sore itu. Luar biasa, pemberkatan nikah sore itu berjalan dengan sangat baik. Hal yang tidak disangka, malam itu saya menerima begitu banyak pujian baik dari pihak keluarga, tamu maupun pendeta-pendeta lain yang hadir di sana. Jujur saja, sebenarnya saya merasa tidak layak menerima semua pujian itu. Saya bukan orang yang cukup fasih membawakan khotbah di acara se-resmi ini. Apalagi melihat ketidaksiapan saya sebelumnya. Sungguh, ini semua adalah anugerah Tuhan.

Hari itu saya mengalami mujizat & pertolongan Tuhan dalam menyiapkan khotbah. Bagaimana seandainya saya berkhotbah dengan sangat buruk sehingga mengacaukan kebahagiaan orang lain (kedua mempelai & keluarga). Pelayanan adalah sebuah kepercayaan. Setiap kepercayaan yang diberikan kepada kita layak untuk dilakukan dengan sebaik mungkin.

Setelah acara pemberkatan nikah, saya kembali ke kamar hotel untuk ganti kemeja & dasi. Saya siap untuk menikmati resepsi pernikahan dengan warna kemeja & dasi yang berbeda. Saya berpikir setidaknya orang-orang yang tadi hadir di acara pemberkatan nikah sore tidak akan terlalu menyadari atau mengenali kehadiran saya di tengah kerumunan. Ketika hendak memasuki ruang resepsi, seorang ibu berbaju orange yang baru saja melewati saya, kembali untuk menyapa saya sambil berkata "Pak pendeta, terima kasih. Tadi khotbahnya sangat bagus. Saya sangat terberkati." Perasaan malu bercampur senang melingkupi hati saya. Setidaknya pesan yang saya sampaikan bukan hanya memberkati kedua mempelai, tetapi juga semua yang hadir. Saya lega karena Roh Kudus menolong saya untuk memberikan pesan yang terbaik di hari pernikahan anak rohani saya. Sampai kapan pun saya tetap ingin bisa dipercaya. Karena itu, saya harus terus belajar untuk tidak menganggap remeh apa yang dipercayakan kepada saya.